SISTEM
REFERENSI GEODETIK
Salah satu fungsi peta adalah menunjukan posisi suatu
tempat berdasarkan satu referensi tertentu. Sesuai dengan hal tersebut, maka
pembuatan konstruksi peta merupakan bagian penting pada pekerjaan pemetaan,
sebab pada tahap ini semua titik-titik di muka bumi harus disajikan posisinya
sesuai dengan kerangka geometrik yang diukur di lapangan. Aspek geometrik
berhubungan langsung dengan permasalahan posisi suatu tempat terhadap satu
referensi tertentu.
Sebelum membahas tentang aspek geometris, terlebih dahulu
harus mengetahui tahapan konseptual pemetaan. Domain pengamatan untuk pekerjaan
pemetaan adalah muka bumi yang bentuk permukaannya tidak teratur. Sebelum
memindahkan koordinat muka bumi ke sebuah peta, diperlukan pendefinisian Sistem
Referensi Koordinat (Datum Geodetik) untuk dapat menentukan ellipsoid referensi
yang digunakan sesuai dengan daerah yang dipetakan. Ellipsoid referensi yang
dipilih akan digunakan untuk penghitungan sistem proyeksi peta yang akan
dipakai, inilah yang disebut aspek geometrik pada pembuatan peta.
Jika ditinjau dari segi teoritis, aspek geometrik berhubungan dengan
transformasi matematis dari koordinat geografi pada permukaan bumi ke koordinat
proyeksi di bidang datar; sedang jika ditinjau dari aspek praktisnya,
berhubungan dengan pembuatan konstruksi/jaringan dari kerangka geometrik peta.
Melalui jaringan kerangka geometrik peta, titik-titik yang diukur di lapangan
serta telah dihitung koordinatnya, diplot melalui suatu sistem proyeksi peta
tertentu; dengan perkataan lain, pembuatan konstruksi/jaringan merupakan
persiapan penting pada pekerjaan penyajian data. Ada beberapa pengertian atau
definisi yang perlu diketahui berkaitan dengan aspek geometrik, yaitu:
a) Geoid
Untuk dapat melakukan perhitungan geodesi, maka permukaan bumi fisik
diganti dengan permukaan teratur yang mempunyai bentuk dan ukuran mendekati
bentuk bumi. Bentuk bumi didekati melalui beberapa model diantaranya ellipsoida
yang merupakan bentuk ideal dengan asumsi bahwa densitas (kerapatan) bumi
homogen. Sementara itu kenyataan sebenarnya, densitas massa bumi yang heterogen
dengan adanya gunung, lautan, cekungan, dataran akan membuat ellipsoid berubah
menjadi bentuk yang baru yaitu Geoid (Gambar 2.1).
Gambar Geoid
(http://www.nrcan.gc.ca/sites/www.nrcan.gc.ca.earth-sciences/files/jpg/images/wgs84geoid_e.jpg)
Geoid disebut sebagai model bumi yang mendekati sesungguhnya. Lebih jauh
geoid dapat didefinisikan sebagai bidang ekipotensial yang berimpit dengan
permukaan laut pada saat keadaan tenang dan tanpa gangguan, karena itu secara
praktis geoid dianggap berhimpit dengan permukaan laut rata-rata (Mean Sea Level-MSL). Jarak geoid terhadap ellipsoid disebut Undulasi geoid
(N). Nilai dari undulasi geoid tidak sama di semua tempat, hal ini
disebabkan ketidakseragaman sebaran densitas massa bumi. Untuk keperluan
aplikasi geodesi, geofisika dan oseanografi dibutuhkan geoid dengan ketelitian
yang cukup tinggi.
b) Ellipsoid
Permukaan air laut rata-rata (tempat dimana semua titik di permukaan bumi
fisis dapat diproyeksikan) merupakan bidang yang hampir teratur, bentuknya
mendekati bentuk sebuah ellipsoid rotasi dengan dimensi-dimensi tertentu, oleh
sebab itu untuk keperluan hitungan, bentuk permukaan air laut di’ganti’ dengan
bentuk sebuah ellipsoid rotasi yang berdimensi tertentu (Gambar 2.2), dan
diberi orientasi tertentu terhadap permukaan bumi fisis. Ellipsoid tidak
merupakan bidang datar, artinya, diatas permukaan ellipsoid tidak berlaku ilmu
ukur datar, atau dengan perkataan lain, hitungan di bidang (x,y) dengan
unsur-unsur seperti terdapat di ellipsoid tidak akan memberi kecocokan.
Gambar Ellipsoid
(disadur dari http://www.gpswaypoints.co.za/images /FAQ_Ellipsoid.gif)
c) Elipsoid referensi
Bentuk matematis geoid masih tidak sederhana sehingga akan dihadapkan pada
penggunaan formula-formula matematika yang rumit untuk menentukan posisi, dalam
hal ini posisi horisontal, apabila geoid juga dijadikan sebagai bidang
referensi hitungannya. Berkaitan dengan hal ini, dipilih kemudian satu bidang
referensi hitungan lain yang dapat dituliskan dalam formulasi matematika yang
lebih sederhana, dan bentuknya men-dekati bentuk geoid, yaitu apa yang dikenal
dengan nama ellipsoid referensi. Di permukaan bidang ellipsoid referensi
inilah hitungan penentuan posisi horisontal dilaksanakan. Konsekuensinya, data
ukuran yang sebelumnya telah terdefinisi di permukaan geoid, harus direduksi
kembali ke permukaan ellipsoid referensi.
d) Datum Geodesi
Bentuk dan ukuran ellipsoida bumi dapat berbeda satu dengan yang lain, oleh
sebab itu tiap negara dapat menentukan ellipsoid mana yang digunakan sebagai
bidang hitungan dengan mencantumkan ukuran dan bentuk ellipsoida yang digunakan;
pendefinisian ukuran/besaran, bentuk ellipsoida refrensi, serta pemilihan titik
pangkal duduknya/ berimpitnya ellipsoida terhadap permukaan bumi fisis disebut
sebagai datum geodesi (geodetic datum). Penentuan suatu datum geodesi
sangat diperlukan mengingat bahwa hasil suatu hitungan dengan ellipsoida yang
berbeda akan menghasilkan hitungan yang berbeda pula.
e) Datum Geodesi Nasional
Berdasarkan beberapa pertimbangan, Indonesia menggunakan
besaran-besaran dari ellipsoida Bessel (1841), karena pada waktu dimulainya
pekerjaan geodesi di Indonesia (pembuatan
titik-titik triangulasi di tahun 1860) ellipsoida yang terbaru pada saat itu
adalah ellipsoida Bessel. Tahun 1971, pekerjaan geodesi di Indonesia
menggunakan ellipsoida GRS (Geodetic Reference System) sebagai
ellipsoida referensi dan disebut sebagai Speroid Nasional Indonesia, disingkat
SNI.
Sistem referensi geospasial merupakan salah
satu infrastruktur informasi geospasial yang terdiri dari komponen ilmu dan
teknologi, pengelola, pengguna, kelembagaan, dan jaring kontrol geodesi. Jaring
kontrol geodesi harus mengacu pada satu kerangka referensi yang dikenal dengan
istilah datum geodesi.Kemanfaatan utamajaring kontrol geodesi adalah agar
dijadikan acuan tunggal (single reference)
untuk penentuan posisi dan pemetaan. Datum geodesi dapat dikategorikan menjadi
datum 3 dimensi, datum horisontal (2 dimensi), dan datum vertikal (1
dimensi). Adapun parameter-parameter
datum geodesi adalah :
·
Lokasi
dan orientasi sistem koordinat kartesian 3 dimensi yang geosentrik;
·
Dimensi
dari ellipsoid;
· Geoid
(digunakan sebagai untuk bidang acuan untuk menyatakan tinggi ortometrik atau
disebut juga datum vertikal).
Di Indonesia telah dikenal berbagai macam
datum geodesi yang telah dimanfaatkan untuk menentukan posisi dan pembuatan
peta secara nasional. Penetapan datum geodesi di Indonesia yang bersifat
nasional telah dimulai sejak penetapan Datum Indonesia 1974 (Indonesian Datum 1974 - ID74) yang
kemudian digantikan oleh Datum Geodesi Nasional 1995 (Indonesian Geodetic
Datum 1995 - DGN95), sedangkan untuk datum vertikalnya
masih menggunakan mean sea level.
Kedua datum geodesi tersebut bersifat statik. Dalam datum geodesi yang statik,
posisi jaring kontrol geodesi dianggap tidak berubah dari waktu ke waktu. Pada
kenyataannya wilayah Indonesia yang berada pada wilayah tektonik aktif, posisi
jaring kontrol geodesi tersebut selalu berubah.
Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN95) yang
ditetapkan pada tahun 1995 telah memiliki umur 18 tahun. Sebagai gambaran
akibat tektonik aktif, secara rata-rata dengan mengesampingkan kejadian luar
biasa seperti gempa besar, perubahan posisi Pulau Jawa akibat pergerakan
lempeng yang terus menerus telah bergeser sejauh kira-kira 0,5 meter. Contoh
lain, akibat satu kejadian gempa besar di Aceh pada tahun 2004, posisi Aceh
bergeser dalam waktu singkat sejauh kira-kira 5 meter lebih. Seharusnya, pada
setiap penentuan posisi menghasilkan informasi posisi yang faktual. Sudah
sepatutnya Indonesia untuk menggunakan datum yang mempertimbangkan pergerakan
lempeng.
Untuk menghasilkan posisi yang faktual, maka
pergerakan lempeng ini harus diperhitungkan. Artinya dalam kasus ini datum
geodesi tidak lagi bisa dianggap statis, melainkan harus dinamik. Untuk
implementasi datum geodesi dinamik diperlukan infrastruktur teknologi (sistem continues GPS yang terdistribusi dengan
kerapatan yang mencukupi) yang mampu memantau pergerakan lempeng secara terus
menerus. Pada saat ini, secara nasional infastruktur ini belum cukup untuk
mendukung penuh untuk kebutuhan mengimplementasikan datum geodesi dinamik. Sementara
ini, datum geodesi yang sesuai
diimplementasikan adalah datum geodesi semi dinamik. Infrastruktur teknologi
dan model deformasi seluruh Indonesia yang tersediasekarang sudah dapat
mendukung implementasi datum geodesi semi dinamik
Sistem
Referensi Geospasial Nasional (SRGN) 2013 merupakan sistem referensi geospasial
yang dijadikan rujukan atau acuan dalam kegiatan penentuan posisi dan pemetaan
di wilayah Indonesia. SRGN memiliki komponen ilmu dan teknologi, pengelola,
pengguna, regulasi, dan kerangka referensi. Setiap komponen tersebut merupakan
komponen penting untuk dikembangkan dan dikelola agar SRGN dapat berjalan
seperti yang dikehendaki untuk mendukung terciptanya informasi geospasial
dengan referensi tunggal, handal, dan berkualitas.
SISTEM KOORDINAT
Koordinat
2 dimensi
SISTEM KOORDINAT
Koordinat Geografis (φ , λ ),
Besaran
harga lintang (φ) dihitung mulai
dari titik P sepanjang garis meridian sampai berpotongan dengan garis ekuator;
besaran harga bujur (λ) dihitung
mulai dari perpotongan garis meridian dari titik P dengan ekuator, sampai
dengan perpotongan garis ekuator tersebut dengan meriadian nol.
Koordinat
geografis (Gambar 2.6) suatu titik di permukaan bumi ditentukan dari
perpotongan meridian dan paralel yang melalui titik tersebut, besarnya
ditentukan dengan :
- lintang ( latitude = φ )
Pengertian lintang suatu titik adalah panjang busur yang diukur pada suatu
meridian dihitung dari ekuator sampai ke paralel yang melalui titik tersebut.
Harga dari besaran adalah :
- dari 00 - 900 kearah Kutub Utara dari ekuator
disebut Lintang Utara (LU)
- dari 00 - 900 kearah Kutub Selatan dari ekuator
disebut Lintang Selatan (LS)
- bujur ( longitude
= λ)
Pengertian bujur suatu titik adalah panjang busur yang diukur pada suatu
garis paralel antara meridian titik pengamatan dengan meridian nol (meridian
Greenwich). Harga dari besaran adalah :
- dari 00 - 1800 kearah Barat dari meridian nol
disebut Bujur Barat (BB)
- dari 00 - 1800 kearah Timur dari meridian nol
disebut Bujur Timur (BT)
Koordinat Geografis
Koordinat Kartesian
Pada sistem koordinat proyeksi atau juga dikenal sebagai
koordinat kartesian 2 dan 3 Dimensi, koordinat suatu titik dinyatakan dengan
besaran absis (X) dan ordinat (Y). Titik Nol sistem koordinat adalah pusat
bumi, dan sumbu-sumbu sistem koordinatnya terikat ke bumi.
Posisi suatu titik biasanya
dinyatakan dengan koordinat (dua dimensi atau tiga dimensi) yang mengacu pada
suatu sistem koordinat tertentu. Sistem koordinat itu sendiri didefinisikan
dengan menspesifikasi tiga parameter berikut, yaitu :
- Lokasi titik nol dari sistem koordinat;
- Orientasi dari sumbu-sumbu koordinat;
- Besaran (kartesian, curvalinier) yang digunakan untuk mendefinisikan posisi suatu titik dalam sistem koordinat tersebut.
Setiap parameter dari sistem
koordinat tertentu dapat dispesifikasikan lebih lanjut, dan berdasarkan pada
spesifikasi parameter yang digunakan maka dikenal beberapa jenis sistem
koordinat (Abidin,2006).
Dalam penentuan posisi suatu
titik di permukaan bumi, titik nol dari sistem koordinat yang digunakan dapat
berlokasi di titik pusat massa bumi (Sistem Koordinat Geosentrik), maupun di
salah satu titik di permukaan bumi (Sistem Koordinat Toposentrik). Sistem
koordinat geosentrik banyak digunakan dalam metode-metode penentuan posisi
ekstra-terestris yang menggunakan satelit dan benda-benda langit lainnya, dan
sistem koordinat toposentrik banyak digunakan oleh metode-metode penentuan
posisi terestris.
Dilihat dari orientasi sumbunya,
ada sistem koordinat yang sumbu-sumbunya ikut berotasi dengan bumi (terikat
bumi) dan ada yang tidak terikat dengan bumi (terikat langit). Sistem koordinat
yang terikat bumi umumnya digunakan untuk menyatakan posisi titik-titik yang
berada di bumi, dan sistem yang teringkat langit umumnya digunakan untuk
menyatakan posisi titik dan objek di angkasa, seperti satelit dan benda-benda
langit. Dilihat dari besaran koordinat yang digunakan, posisi suatu titik dalam
sistem koordinat ada yang dinyatakan dengan besaran-besaran sudut dan jarak
seperti sistem koordinat geodetik. (Abidin,2006).
Untuk menyatakan posisi sebuah benda di
dalam ruang, dibutuhkan suatu sistem koordinat yang memiliki pusat koordinat
(origin) dan sumbu koordinat (axis). Sistem koordinat yang paling
dasar/sederhana adalah Kartesian (Cartesian). Jika kita berbicara ruang 2
dimensi, maka koordinat Kartesian 2 dimensi memiliki pusat di O dan 2 sumbu
koordinat yang saling tegaklurus, yaitu x dan y. Pada gambar
diatas,
titik P dinyatakan dalam koordinat x dan y.
Koordinat 2 Dimensi (X, Y)
Sumbu X (eastings)
berada dalam bidang meridian Greenwich (meridian nol) dan terletak di bidang
ekuator bumi. Sumbu X merupakan garis proyeksi dari salah satu paralel atau
garis yang disinggungkan dengan proyeksi salah satu paralel tersebut. Sumbu Y (northings) tegak lurus sumbu X, dan
membentuk sistem koordinat tangan kanan (right-handed
system). Sumbu Y merupakan garis
proyeksi dari salah satu meridian atau garis yang disinggungkan dengan meridian
tersebut.
Pada sistem koordinat bidang proyeksi ini, besaran X dan
Y dinyatakan dalam satuan panjang, sedang dalam penggambarannya, lintang dan
bujur yang sebenarnya merupakan garis-garis dalam sistem koordinat geodetik,
akan digambarkan menjadi garis-garis lurus menurut sistem koordinat bidang
proyeksi.
Koordinat Kartesian 3 Dimensi
Selanjutnya koordinat Kartesian 2 dimensi
dapat diperluas menjadi Kartesian 3 dimensi yang berpusat di O dan memiliki
sumbu x, y dan z. Pada gambar dibawah, titik P
dapat dinyatakan dalam x, y dan z. OP adalah jarak titik P ke pusat O.
Koordinat Kartesian 3 dimensi (x, y,
z)
Koordinat Kartesian 3 dimensi (x, y, z) pada
Gambar 2 dapat diubah menjadi Koordinat Bola (Spherical Coordinate) 3 dimensi (r, α-Alpha, β-Beta)
seperti pada Gambar 3. Dalam koordinat Kartesian 3
dimensi, seluruh koordinat (x, y dan z) berdimensi panjang. Sedangkan dalam
koordinat bola, terdapat satu koordinat yang berdimensi panjang (yaitu r) dan
dua koordinat lainnya berdimensi sudut (yaitu Alpha dan Beta). Titik P masih tetap menyatakan titik yang sama dengan titik P pada Gambar
2. Jarak titik P ke pusat O sama dengan r. Jika titik P diproyeksikan ke bidang
datar xy, maka sudut antara garis OP dengan bidang datar xy adalah Beta.
Selanjutnya sudut antara proyeksi OP pada bidang xy dengan sumbu x adalah
Alpha.
Sistem Koordinat Global
Geodetik
Sistem koordinat ini mengacu pada
permukaan suatu bentuk ellipsoida tertentu dan tergantung juga pada ukuran,
bentuk dan orientasi tiga dimensi ellipsoida. Dalam sistem koordinat geodetik,
model permukaan bumi didekati dengan model ellipsoida sebagai model permukaan
referensi. Posisi suatu titik pada sistem koordinat geodetik ditentukan oleh
lintang geodetik (L), bujur geodetik (B) dan tinggi di atas permukaan
ellipsoida (h), seperti dijelaskan sebagai berikut :
- Lintang geodetik (L) dari suatu titik adalah sudut lancip yang dibentuk oleh normal ellipsoida yang melalui titik tersebut dengan bidang ekuator (-900≤L≤+900).
- Bujur geodetik (B) adalah sudut yang dibentuk antara meredian lokal dengan meredian referensi, yaitu meredianGreenwich (00≤B≤1800E dan -1800W≤B≤00 );
- Tinggi suatu titik di atas ellipsoida (h) dihitung sepanjang normal ellipsoida yang melalui titik tersebut.
Sistem Koordinat Global
Kartesian 3 Dimensi
Sistem koordinat kartesian tiga
dimensi terdiri dari tiga sumbu pada arah X, Y, dan Z.
Pada sistem koordinat kartesian
tiga dimensi, posisi suatu titik ditentukan oleh harga X, Y, dan Z dengan
ketentuan sebagai berikut :
- Titik pusat sistem koordinat kartesian tiga dimensi terletak pada pusat bumi;
- Sumbu Z adalah garis dalam arah Conventional Terrestrial Pole (CTP);
- Sumbu X adalah arah perpotongan meredian Greenwich atau meredian nol CZM (Conventional Zero Meridian) yang ditetapkan oleh BIH (Burau International de l’Heure) dan bidang ekuator;
- Sumbu Y adalah garis pada bidang ekuator yang tegak lurus pada sumbu X dan Z dengan mengikuti kaidah tangan kanan
Geometrik
Koordinat Kartesian dan Geodetik
PROYEKSI PETA
Hanya satu
representasi dari bumi yang bebas dari distrorsi yaitu globe. Untuk
dapat memberikan gambaran keadaan permukaan bumi pada bidang datar, lazim
dibuat suatu peta. Pada dasarnya, peta merupakan gambaran keadaan permukaan
bumi pada bidang datar, artinya letak titik-titiknya dinyatakan dengan suatu
koordinat-koordinat di bidang datar. Bentuk permukaan bumi tidaklah datar dan
juga tidak dapat didatarkan, bahkan tidak merupakan bidang teratur, sehingga
segala sesuatu yang berada di atas permukaan bumi tidak secara mudah
digambarkan pada bidang datar.
Peta, seperti
tersebut di atas, merupakan gambaran permukaan bumi pada bidang datar, maka
untuk menggambarkan titik-titik di permukaan bumi pada bidang datar harus
diambil cara-cara tertentu, yang sebaiknya di-tentukan oleh syarat-syarat
(sifat-sifat) apa yang harus dipenuhi oleh gambar muka bumi yang akan
dihasilkan. Pemindahan titik-titik harus dirumuskan secara tertentu, supaya
didapat hubungan antara unsur-unsur sebenarnya di ellipsoid dengan unsur-unsur
korespondennya di dalam bidang datar; jadi unsur-unsur di bidang peta (dengan
perbedaan besar atau kecil) bukannya unsur sebenarnya di ellipsoid, melainkan
hasil pemindahannya ke bidang datar.
Proyeksi peta adalah
model matematis untuk mengkonversi posisi tiga dimensi
suatu titik di permukaan bumi ke representasi posisi dua dimensi di bidang
peta. Bentuk permukaan bumi tidaklah datar dan juga tidak dapat didatarkan,
bahkan tidak merupakan bidang teratur, sehingga segala sesuatu yang berada di
atas permukaan bumi tidak secara mudah digambarkan pada bidang datar. Untuk
menggambarkan titik-titik di permukaan bumi pada bidang datar harus diambil
cara-cara tertentu, yang sebaiknya di-tentukan oleh syarat-syarat (sifat-sifat)
apa yang harus dipenuhi oleh gambar yang akan dihasilkan.
Untuk memilih sistem proyeksi peta yang akan digunakan untuk penyajian
suatu peta harus memperhatikan beberapa hal yang berkaitan dengan pendefinisian
datum geodetik yang digunakan untuk penghitungan semua data hasil survey
lapangan. Sebelum pembuatan sebuah peta, bumi (fisik) perlu pendefinisian datum
geodetik untuk ellipsoid referensi atau bumi (bola). Hasil semua hitungan yang
sudah memperhatikan datum geodetik pada ellipsoid referensi dan bola, akan
dibuat model matematis proyeksi sehingga bisa dilakukan transformasi ke sebuah
sistem proyeksi peta. Transformasi hitungan dipermukaan bumi (bentuk ellipsoid
atau bola) ke bidang datar (dalam hal ini, peta) dengan menggunakan rumus
matematis tertentu disebut Proyeksi
Peta.
Proses Pemilihan Proyeksi Peta
Perubahan Bentuk
Pekerjaan pemetaan untuk suatu daerah yang
relatif kecil, muka bumi dapat dianggap sebagi bidang datar, sehingga hasil
pengukuran di lapangan dapat langsung digambar tanpa melalui suatu hitungan
proyeksi peta. Masalah utama pada hitungan proyeksi peta adalah bagaimana
menyajikan data hasil pengukuran pada bidang lengkung menjadi data hitungan
pada bidang datar. Disatu sisi, suatu bidang lengkung tidaklah dapat
dibentangkan menjadi bidang datar tanpa mengalami perubahan (distorsi),
sedangkan disisi lain, peta yang menggambarkan muka bumi dapat dikatakan ideal
bila:
-
menggambarkan luas relatif yang benar;
-
menyajikan bentuk muka bumi yang benar;
-
mempunyai arah yang benar;
-
mempunyai jarak benar.
Untuk pemetaan suatu negara, dapatlah dipilih
satu atau dua macam proyeksi peta, tetapi untuk memetakan seluruh muka bumi ke
bidang datar selalu merupakan suatu kompromi. Mengingat hal tersebut, maka
tidaklah mungkin membuat suatu peta yang ideal; beberapa syarat dapat dipenuhi,
tetapi harus mengorbankan syarat-syarat lainnya. Tiga macam perubahan yang
terjadi pada saat dilakukan proses pemetaan, yaitu:
-
perubahan sudut
-
perubahan jarak
-
perubahan luas.
Jenis Proyeksi Peta
a) Ditinjau dari bidang proyeksi yang digunakan
Terdapat tiga sistem proyeksi peta
yaitu :
1. Proyeksi kerucut, bidang proyeksinya adalah bidang kerucut ; suatu
kerucut diletakan pada bumi dan menyinggung bola bumi sepanjang suatu
lingkaran.
Proyeksi kerucut memiliki garis yang
distorsinya nol; garis meridian dalam keadaan normal berupa garis lurus yang
radial. Proyeksi kerucut, memiliki garis singgung tunggal (standar) yang
semakin jauh dari garis singgung distorsi makin membesar. Untuk mengurangi hal
tersebut, diusahakan beberapa bidang proyeksi memotong elllipsoid sehingga
menghasilkan dua garis dengan distorsi nol yang dapat mengurangi total distorsi
yang terjadi.
Proyeksi
Kerucut
(discan dari Mappe E
Carte, Keith Lye)
2. Proyeksi silinder, bidang proyeksinya bidang
silinder; suatu silinder diletakan pada bumi dan kemudian didatarkan.
Proyeksi silender memiliki garis tunggal yang disebut sebagai garis standar yang tidak mempunyai distorsi; pada kondisi normal, garis standar menyentuk equator. Garis-garis meridian dan paralel disajikan dalam bentuk garis-garis lurus yang saling berpotongan dan saling tegak lurus satu sama lain. Distorsi semakin besar ke arah kutub yang menjadi sebuah garis.
Proyeksi Silender
(discan dari Mappe E Carte, Keith Lye)
3. Proyeksi Zenithal, bidang proyeksinya bidang datar.
Proyeksi zenithal memiliki satu titik yang mempunyai distorsi nol. Pada kondisi normal, meridian-meridian berupa garis-garis lurus, dan paralel-paralel berupa lingkaran-lingkaran konsentris melingkari kutub.
Proyeksi Zenithal
(discan dari Mappe E
Carte, Keith Lye)
b) Ditinjau dari
distorsi yang diakibatkan :
1. Proyeksi Konform, sudut dipermukaan bumi sama
dengan sudut pada bidang proyeksi; daerah-daerah kecil pada peta sama sebangun
dengan yang ada dipermukaan bumi.
Pemakaian
proyeksi konform baik untuk memperlihatkan arah. Distorsi pada ellips yang
digambarkan pada proyeksi konform akan bervariasi secara subtansial dalam
ukuran, tetapi mempunyai bentuk melingkar yang sama. Sebuah sudut yang diukur
di pemukaan bumi akan dapat diplot pada lokasi yang sesuai pada proyeksi
konform tanpa terjadi distorsi. Bentuk konsisten tersebut menunjukkan bahwa
proyeksi konform tetap mempertahankan pengukuran sudut. Proyeksi konform banyak
digunakan sebagai dasar untuk pekerjaan survei dan pemetaan skala besar.
Proyeksi Konform
(www.e-education.psu.edu/natureofgeoinfo/c2_p29.html)
2. Proyeksi Equivalen, luas di atas peta sama dengan luas di atas muka bumi pada skala peta yang sama.
Proyeksi equivalen mempertahankan perbandingan yang benar dalam ukuran area yang sesuai pada grid yang diproyeksikan (dimungkinkan adanya perbedaan dalam skala peta).Bentuk ellips pada proyeksi equivalen mengalami perubahan, tetapi masing-masing area mempunyai luas yang sama. Proyeksi equivalen lebih banyak digunakan untuk pemetaan tematik skala kecil, khususnya jika pengguna peta ingin membandingkan ukuran area seperti negara dan benua.
3. Proyeksi Equidistance, jarak di peta sama dengan jarak di muka bumi pada skala peta yang sama.
Proyeksi equivalen mempertahankan perbandingan yang benar dalam ukuran area yang sesuai pada grid yang diproyeksikan (dimungkinkan adanya perbedaan dalam skala peta).Bentuk ellips pada proyeksi equivalen mengalami perubahan, tetapi masing-masing area mempunyai luas yang sama. Proyeksi equivalen lebih banyak digunakan untuk pemetaan tematik skala kecil, khususnya jika pengguna peta ingin membandingkan ukuran area seperti negara dan benua.
Proyeksi Equivalen
(www.e-education.psu.edu/natureofgeoinfo/c2_p29.html)
(www.e-education.psu.edu/natureofgeoinfo/c2_p29.html)
3. Proyeksi Equidistance, jarak di peta sama dengan jarak di muka bumi pada skala peta yang sama.
Proyeksi equidistance adalah proyeksi peta yang mempertahankan jarak yang sama antara dua titik di peta dengan dua titik di lapangan. Pada gambar dapat dilihat ellips yang diplot pada proyeksi equdistance mempunyai variasi, baik dalam bentuk maupun ukuran, namun setiap sumbu utara-selatan ellips mempunyai panjang yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa jarak adalah benar pada skala sepanjang setiap meridian; dengan kata lain, jarak yang sama dipertahankan dari dua kutub.
Proyeksi Equidistance
(www.e-education.psu.edu/natureofgeoinfo/c2_p29.html)
4. Proyeksi Azimuthal, arah di peta sama dengan arah di muka bumi pada skala yang sama.
Proyeksi azimuthal mempertahankan arah dari satu atau dua titik kesemua titik lain yang ada di peta. Pada gambar dapat dilihat bagaimana ellips yang diplot mempunyai variasi dalam ukuran dan bentuk, tetapi semuanya berorientasi kepada pusat proyeksi. Sebagai contoh, satu titik yang diukur arahnya pada globe tidak mengalami perubahan pada gratikul yang diproyeksikan.
Proyeksi Azimuthal
(www.e-education.psu.edu/natureofgeoinfo/c2_p29.html)
Setiap
sistem proyeksi peta memiliki pola distorsi yang berbeda; distorsi yang
terkecil terdapat pada garis atau titik singgung. Untuk memperoleh tingkat
distorsi yang kecil, perlu mengubah aspek proyeksi, hal ini berarti mengubah
titik atau garis singgung, supaya cakupan daerah yang akan dipetakan memiliki
distorsi terkecil. Jadi, pola distorsi merupakan salah satu parameter untuk mengklasifikasikan
sistem proyeksi peta yang digunakan.
Jika
penyajian bentuk dari kenampakan unsur muka bumi akan dipertahankan sesuai
dengan keadaan sebenarnya, maka proyeksi konform yang dipilih. Namun demikian,
bentuk yang ingin dipertahankan tersebut hanya dapat dilakukan untuk suatu
wilayah dengan cakupan yang kecil, dan tidak memungkinkan untuk memetakan
seluruh muka bumi. Aplikasi sistem proyeksi konform akan menjamin bentuk
wilayah kecil akan disajikan secara benar.
Bila
suatu wilayah dalam pembuatan petanya ingin dipertahankan ukuran luasnya, maka
proyeksi yang dipilih adalah proyeksi equivalence. Wilayah yang dihasilkan pada
bidang peta, akan mencakup wilayah yang sama luasnya seperti pada bola bumi,
dengan bentuk yang sedikit berbeda. Jika jarak antara beberapa titik tertentu
di muka bumi ingin dipertahankan kebenarannya, maka proyeksi peta yang dipilih
adalah proyeksi equidistance. Hal ini berakibat jarak antar dua titik atau
panjang garis tertentu disajikan pada sebuah peta secara benar.
Garis karakteristik pada proyeksi kerucut dan silinder adalah sumbu dari kerucut dan silinder yang melalui pusat bumi; sedang garis karakteristik pada proyeksi zenithal adalah garis yang melalui pusat bumi dan tegak lurus pada bidang proyeksi.
c) Ditinjau dari
orientasi/kedudukan garis karakteristik ;
1.
Normal, garis karakteristiknya berimpit
dengan sumbu bumi.
2.
Miring (oblique),
garis karakteristiknya membentuk sudut dengan sumbu bumi.
3.
Transversal (transverse), garis
karakteristiknya tegak lurus dengan sumbu bumi.
Garis karakteristik pada proyeksi kerucut dan silinder adalah sumbu dari kerucut dan silinder yang melalui pusat bumi; sedang garis karakteristik pada proyeksi zenithal adalah garis yang melalui pusat bumi dan tegak lurus pada bidang proyeksi.
Proyeksi Transverse Mercator (TM)
Suatu
sistem proyeksi peta akan menyajikan bumi atau sebagian permukaan bumi pada
suatu bidang datar dengan beberapa aturan perspektif yang berlaku. Pemilihan
suatu sistem proyeksi peta adalah berdasarkan pada posisi daerah, bentuk dan
ukuran daerah yang akan dipetakan, serta kegunaan peta bersangkutan. Idealnya,
bentuk dan ukuran daerah yang dipetakan sesuai dengan pola distorsi dari jenis
proyeksi yang dipilih, sebagai contoh, proyeksi azimunthal baik digunakan untuk
suatu negara dengan area kecil, garis potong bidang proyeksi terletak pada
pusat dari area yang dipetakan; proyeksi silinder baik untuk suatu negara yang
bentuknya seperti empat persegi panjang, sedang proyeksi kerucut cocok untuk
negara yang berbentuk seperti segitiga. Pekerjaan pemetaan untuk keperluan
pembuatan peta dasar Indonesia saat ini menggunakan sistem peroyeksi Transverse
Mercator (TM).
Proyeksi Transverse
Mercator adalah proyeksi silinder transversal yang bersifat konform. Pada
proyeksi ini secara geometris silindernya menyinggung bola bumi pada sebuah
meridian yang disebut meridian sentral (meridian tengah). Pada meridian
sentral, faktor skala = 1 (tidak ada distorsi), perbesaran sepanjang meridian
akan menjadi lebih besar bila meridian-meridian tersebut makin jauh ke Barat
atau ke Timur dari meridian tengah. Perbesaran sepanjang paralel akan menjadi
lebih besar jika lingkaran-lingkaran paralel tersebut mendekati ekuator.
Proyeksi Transverse Mercator mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
- konform;
- proyeksi dari
meridian sentral adalah sebuah garis lurus dan equidistant;
- proyeksi dari lingkaran-lingkaran meridian
dan paralel merupakan garis-garis lengkung, kecuali meridian sentral dan
ekuator yang merupakan garis-garis lurus yang saling tegak lurus;
- proyeksi dari
meridian sentral dan ekuator diambil sebagai sumbu X (U) dan Y (T). Pada
proyeksinya lingkaran-lingkaran meridian, kecuali meridian sentral tergambar
lebih panjang. Dengan perkataan lain, kecuali meridian sentral,
lingkaran lingkaran meridian dan paralel mengalami
distorsi.
Proyeksi Transverse
Mercator
(http://www.gistutorial.net/software/tools/sistem-proyeksi-tm3.html&docid)
Adanya
distorsi yang makin membesar menjauhi meridian sentral, maka pada proyeksi TM
diusahakan suatu cara memperkecil distorsi tersebut dengan membagi
daerah-daerah dalam zone-zone (daerah pada permukaan bumi yang dibatasi oleh
dua buah meridian) yang sempit dan lebar zone ditentukan sebesar 3 derajat.
Setiap zone pada proyeksi TM mempunyai meridian sentral sendiri, ini berarti
seluruh permukaan bumi tidak dipetakan pada satu silinder.
Sistem Grid
Universal Transverse Mercator (UTM)
Disetiap
negara umumnya dibuat dan dikembangkan suatu sistem pemetaan, khususnya sistem
proyeksi peta, yang dapat memenuhi kebutuhan dari negara bersangkutan. Ada satu
sistem yang dapat menjadi acuan untuk seluruh dunia yaitu sistem grid Universal
Transverse Mercator yang merupakan modifikasi dari sistem proyeksi Transverse
Mercator. Sistem grid dan proyeksi yang digunakan adalah baik untuk pekerjaan
pemetaan topografi, referensi untuk citra satelit dan aplikasi lainnya yang
memerlukan ketelitian untuk penentuan posisi. Adapun ciri-ciri dari sistem grid
UTM adalah :
a) Sistem grid UTM adalah sistem grid yang
bersifat universal, membagi seluruh wilayah permukaan bumi menjadi 60 bagian
yang disebut sebagai zone UTM. Masing - masing zone UTM dibatasi oleh 2 buah
meridian dengan lebar 60 bujur dan 80 lintang.
b) Zone-zone
UTM diberi nomer yaitu zone 1 antara 1800 BB sampai 1740 BB (Gambar 1.19) terus
kearah timur sampai zone 60 antara 1740 BT sampai 1800 BT.
Pembagian Zona UTM
(http://www.utas.edu.au/spatial/locations/images/utmzones.gif)
c) Batas
lintangnya adalah 800 LS dan 840 LU dengan pembagian
dimulai dari 800 LS ke arah utara dengan kode huruf C untuk Lintang
Selatan 800 - 720 , berturut-turut ke utara sampai dengan
huruf X untuk Lintang Utara 720 - 840, dengan catatan
bahwa huruf I dan O tidak digunakan.
d)
Setiap zone UTM, bidang proyeksi silinder
tidak menyinggung permukaan bumi, tetapi memotong bumi.
e)
Masing-masing zone mempunyai koordinat
sendiri yaitu titik potong meridian sentral dengan garis ekuator yang disebut
sebagai titik nol sejati ( true origin
).
f) Dalam
sistem grid metrik, meridian sentral diberi absis fiktif sebesar 500.000 meter
Timur (mT), sedang untuk ordinat, agar tidak dijumpai harga negatif maka di
sebelah selatan ekuator diberi ordinat sebesar 10.000.000 meter Utara (mU),
disebelah utara ekuator diberi ordinat 0 meter Utara (mU).
g) Setiap zone pada
sistem grid UTM mempunyai pertampalan kesamping sekitar 40 km., sehingga setiap titik yang berada di daerah pertampalan akan mempunyai dua harga koordinat.
Zone
Bersebelahan
(http://geology.isu.edu/geostac/Field_Exercise/topomaps/images/zones.gif)
h)
Faktor skala pada meridian sentral (meridian
tengah) ditentukan besarnya k=0,9996.
Sistem Proyeksi Peta
TM di Indonesia
Badan Informasi Geospasial (BIG)
Peta Dasar Nasional
yang diterbitkan oleh Bakosurtanal merupakan suatu seri peta yang meliputi
seluruh daerah Indonesia, terdiri dari beberapa skala peta yaitu 1:25.000,
1:50.000, 1:100.000, 1:250.000. Sistem proyeksi yang digunakan adalah
Transverse Mercator dengan sistem grid UTM
yang mempunyai lebar zone 6°. Sumbu
pertama adalah meridian tengah dari tiap zone, sedang sumbu keduanya adalah
ekuator. Absis semu sebesar 500.000 meter pada meridian tengah, sedang ordinat
semu 0.00 meter di ekuator untuk belahan bumi bagian Utara dan 10.000.000 meter
di ekuator untuk belahan bumi bagian selatan. Angka perbesaran pada meridian
tengah adalah sebesar 0.9996. Model matematik bumi sebagai bidang referensi
adalah Spheroid Nasional dengan parameter a (jari-jari ekuator) = 6.378.160
meter, dan f (pengepengan) = 1: 298.247
Di dalam penerapan
sistem grid UTM untuk keperluan pembuatan peta dasar nasional, seluruh wilayah
Indonesia terbagi dalam sembilan zone (zone 46 – zone 54), mulai dari meridian
90 0 BT sampai dengan 144 ° BT
dengan batas paralel 6 ° LU dan
11 ° LS. Muka peta seri peta Rupabumi Indonesia (Peta Dasar Nasional)
dibatasi atau menggunakan garis tepi peta dalam bentuk gratikul. Pada setiap
ujung peta dicantumkan koordinat geografis (lintang dan bujur) dan juga
koordinat kartesian hasil transformasi dari koordinat geografis ke koordinat
proyeksi Transverse Mercator (TM). Pada muka peta dibuat garis-garis gratikul
yang panjang ukurannya tergantung pada skala peta yang disajikan.
Pembagian Zone Peta Dasar Indoenesia
Ukuran muka peta
tergantung pada skala peta yang disajikan, yaitu :
7’30’’ X 7’30’’
|
: untuk skala peta 1:25.000
|
15’ X 15’
|
: untuk skala peta 1:50.000
|
30’ X 30’
|
: untuk skala peta 1:100.000
|
1°30’ X1°
|
: untuk skala peta 1:250.000
|
Selain menggunakan
garis gratikul pada garis tepi peta, pada seri peta Rupabumi Indonesia juga dicantumkan
garis grid dalam bentuk ‘tick’ yang terletak disebelah bawah dan kanan muka
peta.
Badan Pertanahan Nasional (BPN)
Peta Pendaftaran Tanah yang diterbitkan oleh BPN adalah merupakan seri peta
dasar nasional untuk keperluan pendaftaran tanah, terdiri dari beberapa skala
peta yaitu 1:1.000, 1:2.500, 1:10.000.
·
Sistem proyeksi yang digunakan adalah Transverse Mercator
dengan lebar zone 3° serta sistem grid UTM.
·
Agar terdapat hubungan dengan sistem grid UTM, penempatan
zone TM diatur di dalam zone UTM sedemikian rupa sehingga setiap zone UTM
terdiri dari dua zone TM dengan meridian sentral zone UTM merupakan batas zone
TM.
·
Model matematik bumi sebagai bidang referensi adalah
Spheroid GRS ’67 (Geodetic reference System 1967) dengan parameter a (jari-jari
ekuator) = 6.378.160 meter, dan f (penggepengan) = 1:298,25.
·
Untuk menghindarkan angka koordinat negatif, titik-titik
di sebelah utara maupun selatan ekuator dihitung dari Titik Nol Semu (False
origin) yang terletak di pokok kiri bawak blok. Koordinat Titik Nol Sejati
(true origin) terhadap Titik Nol Semu adalah X0 = + 166.982, 345
meter, dan Y0 = + 1.216.758,006 meter.
Pembagian Zone Peta Dasar Pendaftaran
SKALA PETA
Angka 1/100.000 disebut skala, sedang angka 10.000
disebut faktor pembanding. Jadi jika suatu peta diketahui skalanya, maka akan
dapat dihitung jarak kedua titik di lapangan.
Cara Penyajian Skala Peta
Ada beberapa cara penyajian skala peta pada sebuah peta, tergantung pada disain peta yang akan dibuat.
▪ Skala bilangan, cara penyajiannya dengan menggunakan suatu bilangan bulat, misalnya 1:5.000, 1:25.000.
▪ Skala grafis adalah penyajian skala peta dalam bentuk grafis yaitu menggambarkan hubungan antara ukuran jarak di peta dengan jarak sebenarnya di lapangan dalam bentuk suatu garis. Konstruksi dari skala grafis memperlihatkan hubungan antara kilometer dengan centimeter (bila peta menggunakan ukuran metric system). Cara penyajian skala grafis dapat dalam bentuk garis tunggal atau garis ganda.
▪ Suatu pernyataan, penyajian skala peta yang menggunakan satuan ukuran bukan dalam bentuk satuan meter (non metric system); umumnya penyajian bentuk skala ini digunakan pada peta- peta negara Persemakmuran Inggris (British Map) dan peta navigasi laut (nautical chart). Sebagai contoh, 1 inch to 1 mile atau 3 nautical miles to 1 inch. Umumnya pada penyajian skala dengan cara suatu pernyataan ini juga dilengkapi dengan skala bilangan (dalam konversi metric system), dan skala grafis.
Konstruksi Peta
Garis Tepi Peta
Pengertian garis tepi peta adalah garis yang membatasi semua detail yang ada dipeta (muka peta). Penyajian garis grid atau gratikul sebagai garis tepi peta tergantung pada sistem koordinat geografis yang akan digunakan. Macam garis tepi peta :
Penulisan Angka Grid
Harga grid pada suatu peta selalu disajikan secara penuh dan bulat disudut-sudut peta, sedangkan untuk harga garis-garis grid lainnya, umumnya ditulis satu, dua atau tiga angka (tergantung skala peta). Aturan umumnya adalah sebagai berikut :
Peta merupakan penyajian muka bumi dalam bentuk yang lebih kecil dari
daerah yang dipetakan, dengan persyaratan bahwa besaran suatu jarak dibuat
sebanding dengan besaran jarak yang disajikan di peta; perbandingan jarak di
peta dengan jarak sebenarnya di lapangan disebut sebagai skala peta. Pemilihan
suatu skala peta tergantung dari tujuan penggunaan peta bersangkutan. Ada
beberapa istilah di dalam penyebutan suatu skala peta, yaitu:
- peta skala besar, angka pembandingnya sekitar 500 sampai dengan 10.000 artinya peta dengan skala 1:500 sampai dengan peta dengan skala 1:10.000;
- peta skala menengah, angka pembandingnya sekitar 25.000 sampai dengan 100.000 artinya peta dengan skala 1:25.000 sampai dengan peta dengan skala 1:100.000;
- peta skala kecil, angka pembandingnya lebih besar dari 50.000 artinya peta mulai dengan skala 1:100.000 sampai dengan tak terhingga.
Seperti yang tersebut diatas, skala peta adalah perbandingan jarak antara
dua titik di peta dengan jarak sebenarnya dari dua titik tersebut di lapangan;
oleh sebab itu jarak di peta dan jarak di lapangan menggunakan satuan ukuran
yang sama. Sebagai contoh, jika jarak antara dua titik di lapangan adalah 2,5
kilometer sedang penggambaran di petanya berjarak 2,5 centimeter, maka skala
petanya adalah :
Cara Penyajian Skala Peta
Ada beberapa cara penyajian skala peta pada sebuah peta, tergantung pada disain peta yang akan dibuat.
▪ Skala bilangan, cara penyajiannya dengan menggunakan suatu bilangan bulat, misalnya 1:5.000, 1:25.000.
▪ Skala grafis adalah penyajian skala peta dalam bentuk grafis yaitu menggambarkan hubungan antara ukuran jarak di peta dengan jarak sebenarnya di lapangan dalam bentuk suatu garis. Konstruksi dari skala grafis memperlihatkan hubungan antara kilometer dengan centimeter (bila peta menggunakan ukuran metric system). Cara penyajian skala grafis dapat dalam bentuk garis tunggal atau garis ganda.
▪ Suatu pernyataan, penyajian skala peta yang menggunakan satuan ukuran bukan dalam bentuk satuan meter (non metric system); umumnya penyajian bentuk skala ini digunakan pada peta- peta negara Persemakmuran Inggris (British Map) dan peta navigasi laut (nautical chart). Sebagai contoh, 1 inch to 1 mile atau 3 nautical miles to 1 inch. Umumnya pada penyajian skala dengan cara suatu pernyataan ini juga dilengkapi dengan skala bilangan (dalam konversi metric system), dan skala grafis.
Konstruksi Peta
Pada setiap peta disajikan garis-garis kerangka atau yang dikenal sebagai
konstruksi peta, dalam bentuk garis gratikul (graticule) dan atau garis
grid. Umumnya garis-garis yang terdapat pada muka peta tergantung pada garis
tepi petanya, jika garis tepi peta dalam bentuk grid maka garis-garis pada muka
peta juga dalam bentuk garis grid, sedangkan jika garis tepi peta dalam bentuk
gratikul, maka garis-garis pada muka peta juga dalam bentuk garis gratikul.
Grid dan Gratikul
Gratikul
Garis-garis kerangka peta yang merupakan proyeksi garis paralel dari
lintang (line of latitude), dan garis meridian dari bujur (line of longitude) yang tergambar pada muka peta dan garis tepi
peta. Garis gratikul mempunyai panjang busur yang berubah-ubah ke arah utara
dan selatan dari ekuator. Besaran bujur akan
semakin kecil bila menjauhi utara/selatan (mendekati ekuator). Penggunaan garis
gratikul umumnya untuk peta-peta skala sedang dan kecil, dan perpotongan antara
dua garis gratikul merupakan posisi lintang dan bujur suatu titik di permukaan
bumi.
Garis-garis gratikul
(http://www.osi.ie/GetImage.aspx?id=3f4248a2-51a3-4970-b21b-eaf764d5788e&width=450&height=328)
Harga-harga dari garis gratikul diperlihatkan dengan selang tertentu di
sepanjang garis tepi peta. Umumnya, harga garis gratikul ditulis penuh pada
sudut-sudut peta dalam satuan derajat, menit, dan detik yang merupakan
koordinat geografis. Harga untuk garis gratikul lainnya, tergantung pada skala
peta dan spesifikasi yang dibuat. Kegunaan garis gratikul adalah:
-
untuk memberikan informasi mengenai data
koordinat geografis suatu tempat pada peta;
-
memudahkan pembuatan sistem penomoran peta
peta (berkaitan dengan disain peta) untuk peta skla sedang dan kecil.
Grid
Garis-garis
pada muka peta yang tergambar saling tegak lurus, dan perpotongannya merupakan
koordinat sistem referensi kartesian. Garis-garis tegak (vertical),
sejajar dengan meridian tengah dari sistem proyeksi peta yang digunakan, sedang
garis-garis mendatar, tegak lurus dengan garis-garis tegaknya. Umumnya,
garis-garis tersebut dihitung positif kearah Timur (sumbu X = mT = Easting
Lines) dan positif kearah Utara (sumbu Y = mU = Northing Lines ).
Penyajian garis grid pada muka peta dan garis tepi peta lebih banyak digunakan
pada peta-peta skala besar dan skala sedang.
Garis-garis grid
(http://www.osi.ie/GetImage.aspx?id=742e1533-9314-4589-ab95-17b6f7cb42d0&width=400&height=292)
Pada beberapa peta untuk keperluan teknis, sering digunakan garis grid
dengan sistem koordinat lokal yang hanya dapat digunakan untuk suatu keperluan
tertentu. Untuk suatu pemetaan sistematis (misalnya peta dasar nasional) harus
digunakan sistem grid yang sifatnya seragam (universal), misalnya Universal
Transverse Mercator (UTM) grid. Kegunaan garis grid adalah:
-
untuk menentukan koordinat suatu titik di
peta terhadap suatu sistem koordinat referensi tertentu;
- untuk membuat bentuk segi empat dari suatu
muka peta yang semua titik kontrol dihitung dan digambar pada suatu sistem
koordinat salib sumbu, sehingga akan memudahkan dalam penghitungan sudut dan
jarak;
-
untuk memudahkan tata letak peta pada suatu
lembar peta, dan untuk memudahkan penggabungan dengan lembar peta
bersebelahan.
Garis Tepi Peta
Pengertian garis tepi peta adalah garis yang membatasi semua detail yang ada dipeta (muka peta). Penyajian garis grid atau gratikul sebagai garis tepi peta tergantung pada sistem koordinat geografis yang akan digunakan. Macam garis tepi peta :
● peta skala besar
Garis tepi peta skala besar menggunakan garis
grid. Koordinat keempat ujung peta selalu dalam bentuk bilangan bulat,
dalam pengertian dua atau tiga angka terakhir mempunyai besaran 100 meter atau
1000 meter (tergantung skala peta). Contoh, angka grid 250.000 adalah bentuk
bilangan bulat untuk penulisan harga grid, sedang angka grid 250.255 bukanlah
suatu bilangan bulat untuk penulisan harga grid.
● peta skala sedang
Garis tepi peta dalam bentuk gartikul. Koordinat keempat ujung peta akan
menyajikan dua jenis koordinat, yaitu koordinat geografis dan koordinat
kartesian yang diperoleh dari hasil transformasi koordinat geografis. Harga
koordinat kartesian yang disajikan sesuai hasil transformasi koordinat (bukan
dalam bentuk bilangan bulat seperti pada pemakaian garis tepi grid). Meskipun
garis tepi peta dalam bentuk garis gratikul, peta bersangkutan umumnya juga
menyajikan titik-titik grid dalam bentuk harga grid bulat.
● peta skala kecil
Garis tepi peta yang disajikan pada peta skala kecil adalah garis gratikul.
Selain pada keempat ujung peta, pada sepanjang garis tepi peta juga disajikan
koordinat geografis.
● garis tepi peta dengan format tidak beraturan
Bentuk ini tidak mempunyai hubungan dengan kedua cara tersebut diatas yaitu
penggunaan garis grid atau gratikul. Umumnya penggunaan format ini disebabkan
peta bersangkutan hanya terdiri dari satu lembar, sedangkan area yang disajikan
mempunyai bentuk yang tidak teratur.
Harga grid pada suatu peta selalu disajikan secara penuh dan bulat disudut-sudut peta, sedangkan untuk harga garis-garis grid lainnya, umumnya ditulis satu, dua atau tiga angka (tergantung skala peta). Aturan umumnya adalah sebagai berikut :
● pada peta skala 1 : 250.000 dan lebih kecil
garis-garis grid setiap 10 km dan harga garis grid ditulis dalam satuan
100.000 meter ; contoh, harga garis grid 5.760.000 mU ditulis sebagai angka 576
dan harga garis grid 350.000 mT ditulis sebagai 35.
● pada peta skala lebih besar 1 : 250.000 tetapi lebih kecil 1 : 100.000
garis-garis grid yang berselang 100.000 meter ditulis sebagai harga penuh
pada tiap kelipatan 100.000 meter saja, sedang garis-garis gridnya tetap setiap
10 km ; contoh, harga garis grid 5.800.000 mU ditulis sebagai angka 580
dan harga 300.000 mT ditulis 300.
● pada peta skala 1 : 100.000 dan lebih besar
(termasuk peta 1 : 10.0000)
garis-garis grid digambarkan setiap 1 kilometer dan
garis grid dengan selang 100.000 meter akan ditulis penuh tiap selang 10.000
meter ; contoh, harga grid 5.800.000 mU ditulis sebagai angka 5800
dan harga grid 300.000 mT ditulis sebagai 300, sedang harga
grid 126.000 mT ditulis sebagai angka 126.
● pada peta skala lebih besar 1 : 10.000
garis grid digambarkan tiap 100 meter, garis grid
dengan selang 100.000 meter harganya akan ditulis penuh setiap 1.000 meter ;
contoh, harga grid 5.760.000 ditulis sebagai 57600, sedang
harga grid 126.000 ditulis sebagai angka1260.
*) Tulisan diambil dari Buku Kartografi, Hadwi Soendjojo dan Akhmad Riqqi, Penerbit ITB 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar