Kamis, 23 April 2015


ASPEK GEOMETRIK 





SISTEM REFERENSI GEODETIK

Salah satu fungsi peta adalah menunjukan posisi suatu tempat berdasarkan satu referensi tertentu. Sesuai dengan hal tersebut, maka pembuatan konstruksi peta merupakan bagian penting pada pekerjaan pemetaan, sebab pada tahap ini semua titik-titik di muka bumi harus disajikan posisinya sesuai dengan kerangka geometrik yang diukur di lapangan. Aspek geometrik berhubungan langsung dengan permasalahan posisi suatu tempat terhadap satu referensi tertentu.

Sebelum membahas tentang aspek geometris, terlebih dahulu harus mengetahui tahapan konseptual pemetaan. Domain pengamatan untuk pekerjaan pemetaan adalah muka bumi yang bentuk permukaannya tidak teratur. Sebelum memindahkan koordinat muka bumi ke sebuah peta, diperlukan pendefinisian Sistem Referensi Koordinat (Datum Geodetik) untuk dapat menentukan ellipsoid referensi yang digunakan sesuai dengan daerah yang dipetakan. Ellipsoid referensi yang dipilih akan digunakan untuk penghitungan sistem proyeksi peta yang akan dipakai, inilah yang disebut aspek geometrik pada pembuatan peta.

Jika ditinjau dari segi teoritis, aspek geometrik berhubungan dengan transformasi matematis dari koordinat geografi pada permukaan bumi ke koordinat proyeksi di bidang datar; sedang jika ditinjau dari aspek praktisnya, berhubungan dengan pembuatan konstruksi/jaringan dari kerangka geometrik peta. Melalui jaringan kerangka geometrik peta, titik-titik yang diukur di lapangan serta telah dihitung koordinatnya, diplot melalui suatu sistem proyeksi peta tertentu; dengan perkataan lain, pembuatan konstruksi/jaringan merupakan persiapan penting pada pekerjaan penyajian data. Ada beberapa pengertian atau definisi yang perlu diketahui berkaitan dengan aspek geometrik, yaitu:

a) Geoid

Untuk dapat melakukan perhitungan geodesi, maka permukaan bumi fisik diganti dengan permukaan teratur yang mempunyai bentuk dan ukuran mendekati bentuk bumi. Bentuk bumi didekati melalui beberapa model diantaranya ellipsoida yang merupakan bentuk ideal dengan asumsi bahwa densitas (kerapatan) bumi homogen. Sementara itu kenyataan sebenarnya, densitas massa bumi yang heterogen dengan adanya gunung, lautan, cekungan, dataran akan membuat ellipsoid berubah menjadi bentuk yang baru yaitu Geoid (Gambar 2.1).


Gambar Geoid
(http://www.nrcan.gc.ca/sites/www.nrcan.gc.ca.earth-sciences/files/jpg/images/wgs84geoid_e.jpg)

Geoid disebut sebagai model bumi yang mendekati sesungguhnya. Lebih jauh geoid dapat didefinisikan sebagai bidang ekipotensial yang berimpit dengan permukaan laut pada saat keadaan tenang dan tanpa gangguan, karena itu secara praktis geoid dianggap berhimpit dengan permukaan laut rata-rata (Mean Sea Level-MSL). Jarak geoid terhadap ellipsoid disebut Undulasi geoid (N). Nilai dari undulasi geoid tidak sama di semua tempat,   hal ini disebabkan ketidakseragaman sebaran densitas massa bumi.  Untuk keperluan aplikasi geodesi, geofisika dan oseanografi dibutuhkan geoid dengan ketelitian yang cukup  tinggi.

b) Ellipsoid

Permukaan air laut rata-rata (tempat dimana semua titik di permukaan bumi fisis dapat diproyeksikan) merupakan bidang yang hampir teratur, bentuknya mendekati bentuk sebuah ellipsoid rotasi dengan dimensi-dimensi tertentu, oleh sebab itu untuk keperluan hitungan, bentuk permukaan air laut di’ganti’ dengan bentuk sebuah ellipsoid rotasi yang berdimensi tertentu (Gambar 2.2), dan diberi orientasi tertentu terhadap permukaan bumi fisis. Ellipsoid tidak merupakan bidang datar, artinya, diatas permukaan ellipsoid tidak berlaku ilmu ukur datar, atau dengan perkataan lain, hitungan di bidang (x,y) dengan unsur-unsur seperti terdapat di ellipsoid tidak akan memberi kecocokan.


Gambar Ellipsoid
(disadur dari http://www.gpswaypoints.co.za/images /FAQ_Ellipsoid.gif)


c) Elipsoid referensi

Bentuk matematis geoid masih tidak sederhana sehingga akan dihadapkan pada penggunaan formula-formula matematika yang rumit untuk menentukan posisi, dalam hal ini posisi horisontal, apabila geoid juga dijadikan sebagai bidang referensi hitungannya. Berkaitan dengan hal ini, dipilih kemudian satu bidang referensi hitungan lain yang dapat dituliskan dalam formulasi matematika yang lebih sederhana, dan bentuknya men-dekati bentuk geoid, yaitu apa yang dikenal dengan nama ellipsoid referensi. Di permukaan bidang ellipsoid referensi inilah hitungan penentuan posisi horisontal dilaksanakan. Konsekuensinya, data ukuran yang sebelumnya telah terdefinisi di permukaan geoid, harus direduksi kembali ke permukaan ellipsoid referensi.

d) Datum Geodesi

Bentuk dan ukuran ellipsoida bumi dapat berbeda satu dengan yang lain, oleh sebab itu tiap negara dapat menentukan ellipsoid mana yang digunakan sebagai bidang hitungan dengan mencantumkan ukuran dan bentuk ellipsoida yang digunakan; pendefinisian ukuran/besaran, bentuk ellipsoida refrensi, serta pemilihan titik pangkal duduknya/ berimpitnya ellipsoida terhadap permukaan bumi fisis disebut sebagai datum geodesi (geodetic datum). Penentuan suatu datum geodesi sangat diperlukan mengingat bahwa hasil suatu hitungan dengan ellipsoida yang berbeda akan menghasilkan hitungan yang berbeda pula.

e) Datum Geodesi Nasional

Berdasarkan beberapa pertimbangan, Indonesia menggunakan besaran-besaran dari ellipsoida Bessel (1841), karena pada waktu dimulainya pekerjaan geodesi di Indonesia (pembuatan titik-titik triangulasi di tahun 1860) ellipsoida yang terbaru pada saat itu adalah ellipsoida Bessel. Tahun 1971, pekerjaan geodesi di Indonesia menggunakan ellipsoida GRS (Geodetic Reference System) sebagai ellipsoida referensi dan disebut sebagai Speroid Nasional Indonesia, disingkat SNI.
Sistem referensi geospasial merupakan salah satu infrastruktur informasi geospasial yang terdiri dari komponen ilmu dan teknologi, pengelola, pengguna, kelembagaan, dan jaring kontrol geodesi. Jaring kontrol geodesi harus mengacu pada satu kerangka referensi yang dikenal dengan istilah datum geodesi.Kemanfaatan utamajaring kontrol geodesi adalah agar dijadikan acuan tunggal (single reference) untuk penentuan posisi dan pemetaan. Datum geodesi dapat dikategorikan menjadi datum 3 dimensi, datum horisontal (2 dimensi), dan datum vertikal (1 dimensi).  Adapun parameter-parameter datum geodesi adalah :
·         Lokasi dan orientasi sistem koordinat kartesian 3 dimensi yang geosentrik;
·         Dimensi dari ellipsoid;
·    Geoid (digunakan sebagai untuk bidang acuan untuk menyatakan tinggi ortometrik atau disebut juga datum vertikal).

Di Indonesia telah dikenal berbagai macam datum geodesi yang telah dimanfaatkan untuk menentukan posisi dan pembuatan peta secara nasional. Penetapan datum geodesi di Indonesia yang bersifat nasional telah dimulai sejak penetapan Datum Indonesia 1974 (Indonesian Datum 1974 - ID74) yang kemudian digantikan oleh Datum Geodesi Nasional 1995 (Indonesian Geodetic Datum 1995 - DGN95), sedangkan untuk datum vertikalnya masih menggunakan mean sea level. Kedua datum geodesi tersebut bersifat statik. Dalam datum geodesi yang statik, posisi jaring kontrol geodesi dianggap tidak berubah dari waktu ke waktu. Pada kenyataannya wilayah Indonesia yang berada pada wilayah tektonik aktif, posisi jaring kontrol geodesi tersebut selalu berubah.

Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN95) yang ditetapkan pada tahun 1995 telah memiliki umur 18 tahun. Sebagai gambaran akibat tektonik aktif, secara rata-rata dengan mengesampingkan kejadian luar biasa seperti gempa besar, perubahan posisi Pulau Jawa akibat pergerakan lempeng yang terus menerus telah bergeser sejauh kira-kira 0,5 meter. Contoh lain, akibat satu kejadian gempa besar di Aceh pada tahun 2004, posisi Aceh bergeser dalam waktu singkat sejauh kira-kira 5 meter lebih. Seharusnya, pada setiap penentuan posisi menghasilkan informasi posisi yang faktual. Sudah sepatutnya Indonesia untuk menggunakan datum yang mempertimbangkan pergerakan lempeng.

Untuk menghasilkan posisi yang faktual, maka pergerakan lempeng ini harus diperhitungkan. Artinya dalam kasus ini datum geodesi tidak lagi bisa dianggap statis, melainkan harus dinamik. Untuk implementasi datum geodesi dinamik diperlukan infrastruktur teknologi (sistem continues GPS yang terdistribusi dengan kerapatan yang mencukupi) yang mampu memantau pergerakan lempeng secara terus menerus. Pada saat ini, secara nasional infastruktur ini belum cukup untuk mendukung penuh untuk kebutuhan mengimplementasikan datum geodesi dinamik. Sementara ini,  datum geodesi yang sesuai diimplementasikan adalah datum geodesi semi dinamik. Infrastruktur teknologi dan model deformasi seluruh Indonesia yang tersediasekarang sudah dapat mendukung implementasi datum geodesi semi dinamik

Sistem Referensi Geospasial Nasional (SRGN) 2013 merupakan sistem referensi geospasial yang dijadikan rujukan atau acuan dalam kegiatan penentuan posisi dan pemetaan di wilayah Indonesia. SRGN memiliki komponen ilmu dan teknologi, pengelola, pengguna, regulasi, dan kerangka referensi. Setiap komponen tersebut merupakan komponen penting untuk dikembangkan dan dikelola agar SRGN dapat berjalan seperti yang dikehendaki untuk mendukung terciptanya informasi geospasial dengan referensi tunggal, handal, dan berkualitas.



SISTEM KOORDINAT

Koordinat Geografis (φ , λ ),

Besaran harga lintang (φ) dihitung mulai dari titik P sepanjang garis meridian sampai berpotongan dengan garis ekuator; besaran harga bujur (λ) dihitung mulai dari perpotongan garis meridian dari titik P dengan ekuator, sampai dengan perpotongan garis ekuator tersebut dengan meriadian nol.

Koordinat geografis (Gambar 2.6) suatu titik di permukaan bumi ditentukan dari perpotongan meridian dan paralel yang melalui titik tersebut, besarnya ditentukan dengan :
  • lintang ( latitude = φ )
Pengertian lintang suatu titik adalah panjang busur yang diukur pada suatu meridian dihitung dari ekuator sampai ke paralel yang melalui titik tersebut. Harga dari besaran adalah :
- dari 00 - 900 kearah Kutub Utara dari ekuator disebut Lintang Utara (LU)
- dari 00 - 900 kearah Kutub Selatan dari ekuator disebut Lintang Selatan (LS)

  • bujur ( longitude =  λ)
Pengertian bujur suatu titik adalah panjang busur yang diukur pada suatu garis paralel antara meridian titik pengamatan dengan meridian nol (meridian Greenwich). Harga dari besaran adalah :
- dari 00 - 1800 kearah Barat dari meridian nol disebut Bujur Barat (BB)

- dari 00 - 1800 kearah Timur dari meridian nol disebut Bujur Timur (BT)



Koordinat Geografis

Koordinat Kartesian

Pada sistem koordinat proyeksi atau juga dikenal sebagai koordinat kartesian 2 dan 3 Dimensi, koordinat suatu titik dinyatakan dengan besaran absis (X) dan ordinat (Y). Titik Nol sistem koordinat adalah pusat bumi, dan sumbu-sumbu sistem koordinatnya terikat ke bumi.
Posisi suatu titik biasanya dinyatakan dengan koordinat (dua dimensi atau tiga dimensi) yang mengacu pada suatu sistem koordinat tertentu. Sistem koordinat itu sendiri didefinisikan dengan menspesifikasi tiga parameter berikut, yaitu :
  •  Lokasi titik nol dari sistem koordinat;
  • Orientasi dari sumbu-sumbu koordinat;
  • Besaran (kartesian, curvalinier) yang digunakan untuk mendefinisikan posisi suatu titik    dalam sistem koordinat tersebut.

 Setiap parameter dari sistem koordinat tertentu dapat dispesifikasikan lebih lanjut, dan berdasarkan pada spesifikasi parameter yang digunakan maka dikenal beberapa jenis sistem koordinat (Abidin,2006).
    
Dalam penentuan posisi suatu titik di permukaan bumi, titik nol dari sistem koordinat yang digunakan dapat berlokasi di titik pusat massa bumi (Sistem Koordinat Geosentrik), maupun di salah satu titik di permukaan bumi (Sistem Koordinat Toposentrik). Sistem koordinat geosentrik banyak digunakan dalam metode-metode penentuan posisi ekstra-terestris yang menggunakan satelit dan benda-benda langit lainnya, dan sistem koordinat toposentrik banyak digunakan oleh metode-metode penentuan posisi terestris.
    
Dilihat dari orientasi sumbunya, ada sistem koordinat yang sumbu-sumbunya ikut berotasi dengan bumi (terikat bumi) dan ada yang tidak terikat dengan bumi (terikat langit). Sistem koordinat yang terikat bumi umumnya digunakan untuk menyatakan posisi titik-titik yang berada di bumi, dan sistem yang teringkat langit umumnya digunakan untuk menyatakan posisi titik dan objek di angkasa, seperti satelit dan benda-benda langit. Dilihat dari besaran koordinat yang digunakan, posisi suatu titik dalam sistem koordinat ada yang dinyatakan dengan besaran-besaran sudut dan jarak seperti sistem koordinat geodetik. (Abidin,2006).

Koordinat 2 dimensi
Untuk menyatakan posisi sebuah benda di dalam ruang, dibutuhkan suatu sistem koordinat yang memiliki pusat koordinat (origin) dan sumbu koordinat (axis). Sistem koordinat yang paling dasar/sederhana adalah Kartesian (Cartesian). Jika kita berbicara ruang 2 dimensi, maka koordinat Kartesian 2 dimensi memiliki pusat di O dan 2 sumbu koordinat yang saling tegaklurus, yaitu x dan y. Pada gambar diatas, titik P dinyatakan dalam koordinat x dan y.


Koordinat 2 Dimensi (X, Y)


Sumbu X  (eastings) berada dalam bidang meridian Greenwich (meridian nol) dan terletak di bidang ekuator bumi. Sumbu X merupakan garis proyeksi dari salah satu paralel atau garis yang disinggungkan dengan proyeksi salah satu paralel tersebut. Sumbu Y (northings) tegak lurus sumbu X, dan membentuk sistem koordinat tangan kanan (right-handed system). Sumbu Y merupakan  garis proyeksi dari salah satu meridian atau garis yang disinggungkan dengan meridian tersebut.

Pada sistem koordinat bidang proyeksi ini, besaran X dan Y dinyatakan dalam satuan panjang, sedang dalam penggambarannya, lintang dan bujur yang sebenarnya merupakan garis-garis dalam sistem koordinat geodetik, akan digambarkan menjadi garis-garis lurus menurut sistem koordinat bidang proyeksi.


Koordinat Kartesian 3 Dimensi
Selanjutnya koordinat Kartesian 2 dimensi dapat diperluas menjadi Kartesian 3 dimensi yang berpusat di O dan memiliki sumbu x, y dan z. Pada gambar dibawah, titik P dapat dinyatakan dalam x, y dan z. OP adalah jarak titik P ke pusat O.

Koordinat Kartesian 3 dimensi (x, y, z)


Koordinat Kartesian 3 dimensi (x, y, z) pada Gambar 2 dapat diubah menjadi Koordinat Bola (Spherical Coordinate) 3 dimensi (r, α-Alpha, β-Beta) seperti pada Gambar 3. Dalam koordinat Kartesian 3 dimensi, seluruh koordinat (x, y dan z) berdimensi panjang. Sedangkan dalam koordinat bola, terdapat satu koordinat yang berdimensi panjang (yaitu r) dan dua koordinat lainnya berdimensi sudut (yaitu Alpha dan Beta). Titik P masih tetap menyatakan titik yang sama dengan titik P pada Gambar 2. Jarak titik P ke pusat O sama dengan r. Jika titik P diproyeksikan ke bidang datar xy, maka sudut antara garis OP dengan bidang datar xy adalah Beta. Selanjutnya sudut antara proyeksi OP pada bidang xy dengan sumbu x adalah Alpha.

Sistem Koordinat Global Geodetik

Sistem koordinat ini mengacu pada permukaan suatu bentuk ellipsoida tertentu dan tergantung juga pada ukuran, bentuk dan orientasi tiga dimensi ellipsoida. Dalam sistem koordinat geodetik, model permukaan bumi didekati dengan model ellipsoida sebagai model permukaan referensi. Posisi suatu titik pada sistem koordinat geodetik ditentukan oleh lintang geodetik (L), bujur geodetik (B) dan tinggi di atas permukaan ellipsoida (h), seperti dijelaskan sebagai berikut :
  •  Lintang geodetik (L) dari suatu titik adalah sudut lancip yang dibentuk oleh normal ellipsoida yang melalui titik tersebut dengan bidang ekuator   (-900≤L≤+900).
  • Bujur geodetik (B) adalah sudut yang dibentuk antara meredian lokal dengan meredian referensi, yaitu meredianGreenwich (00≤B≤1800E  dan   -1800W≤B≤00 );
  • Tinggi suatu titik di atas ellipsoida (h) dihitung sepanjang normal ellipsoida yang melalui titik tersebut.

 Sistem Koordinat Global Kartesian 3 Dimensi

Sistem koordinat kartesian tiga dimensi terdiri dari tiga sumbu pada arah X, Y, dan Z.
Pada sistem koordinat kartesian tiga dimensi, posisi suatu titik ditentukan oleh harga X, Y, dan Z dengan ketentuan sebagai berikut :
  • Titik pusat sistem koordinat kartesian tiga dimensi terletak pada pusat bumi;
  •  Sumbu Z adalah garis dalam arah Conventional Terrestrial Pole (CTP);
  • Sumbu X adalah arah perpotongan meredian Greenwich atau meredian nol CZM (Conventional Zero Meridian) yang ditetapkan oleh BIH (Burau International de l’Heure) dan bidang ekuator;
  • Sumbu Y adalah garis pada bidang ekuator yang tegak lurus pada sumbu X dan Z dengan mengikuti kaidah tangan kanan


Geometrik Koordinat Kartesian dan Geodetik



PROYEKSI PETA


Hanya satu representasi dari bumi yang bebas dari distrorsi yaitu globe. Untuk dapat memberikan gambaran keadaan permukaan bumi pada bidang datar, lazim dibuat suatu peta. Pada dasarnya, peta merupakan gambaran keadaan permukaan bumi pada bidang datar, artinya letak titik-titiknya dinyatakan dengan suatu koordinat-koordinat di bidang datar. Bentuk permukaan bumi tidaklah datar dan juga tidak dapat didatarkan, bahkan tidak merupakan bidang teratur, sehingga segala sesuatu yang berada di atas permukaan bumi tidak secara mudah digambarkan pada bidang datar.

Peta, seperti tersebut di atas, merupakan gambaran permukaan bumi pada bidang datar, maka untuk menggambarkan titik-titik di permukaan bumi pada bidang datar harus diambil cara-cara tertentu, yang sebaiknya di-tentukan oleh syarat-syarat (sifat-sifat) apa yang harus dipenuhi oleh gambar muka bumi yang akan dihasilkan. Pemindahan titik-titik harus dirumuskan secara tertentu, supaya didapat hubungan antara unsur-unsur sebenarnya di ellipsoid dengan unsur-unsur korespondennya di dalam bidang datar; jadi unsur-unsur di bidang peta (dengan perbedaan besar atau kecil) bukannya unsur sebenarnya di ellipsoid, melainkan hasil pemindahannya ke bidang datar.

Proyeksi peta adalah model matematis untuk mengkonversi posisi tiga dimensi suatu titik di permukaan bumi ke representasi posisi dua dimensi di bidang peta. Bentuk permukaan bumi tidaklah datar dan juga tidak dapat didatarkan, bahkan tidak merupakan bidang teratur, sehingga segala sesuatu yang berada di atas permukaan bumi tidak secara mudah digambarkan pada bidang datar. Untuk menggambarkan titik-titik di permukaan bumi pada bidang datar harus diambil cara-cara tertentu, yang sebaiknya di-tentukan oleh syarat-syarat (sifat-sifat) apa yang harus dipenuhi oleh gambar yang akan dihasilkan.

Untuk memilih sistem proyeksi peta yang akan digunakan untuk penyajian suatu peta harus memperhatikan beberapa hal yang berkaitan dengan pendefinisian datum geodetik yang digunakan untuk penghitungan semua data hasil survey lapangan. Sebelum pembuatan sebuah peta, bumi (fisik) perlu pendefinisian datum geodetik untuk ellipsoid referensi atau bumi (bola). Hasil semua hitungan yang sudah memperhatikan datum geodetik pada ellipsoid referensi dan bola, akan dibuat model matematis proyeksi sehingga bisa dilakukan transformasi ke sebuah sistem proyeksi peta. Transformasi hitungan dipermukaan bumi (bentuk ellipsoid atau bola) ke bidang datar (dalam hal ini, peta) dengan menggunakan rumus matematis tertentu disebut Proyeksi Peta.


Proses Pemilihan Proyeksi Peta


Perubahan Bentuk

Pekerjaan pemetaan untuk suatu daerah yang relatif kecil, muka bumi dapat dianggap sebagi bidang datar, sehingga hasil pengukuran di lapangan dapat langsung digambar tanpa melalui suatu hitungan proyeksi peta. Masalah utama pada hitungan proyeksi peta adalah bagaimana menyajikan data hasil pengukuran pada bidang lengkung menjadi data hitungan pada bidang datar. Disatu sisi, suatu bidang lengkung tidaklah dapat dibentangkan menjadi bidang datar tanpa mengalami perubahan (distorsi), sedangkan disisi lain, peta yang menggambarkan muka bumi dapat dikatakan ideal bila:
-          menggambarkan luas relatif yang benar;
-          menyajikan bentuk muka bumi yang benar;
-          mempunyai arah yang benar;
-          mempunyai jarak benar.

Untuk pemetaan suatu negara, dapatlah dipilih satu atau dua macam proyeksi peta, tetapi untuk memetakan seluruh muka bumi ke bidang datar selalu merupakan suatu kompromi. Mengingat hal tersebut, maka tidaklah mungkin membuat suatu peta yang ideal; beberapa syarat dapat dipenuhi, tetapi harus mengorbankan syarat-syarat lainnya. Tiga macam perubahan yang terjadi pada saat dilakukan proses pemetaan, yaitu:
-          perubahan sudut
-          perubahan jarak
-          perubahan luas.

Jenis Proyeksi Peta

a) Ditinjau dari bidang proyeksi yang digunakan

Terdapat tiga sistem proyeksi peta yaitu :

1. Proyeksi kerucut, bidang proyeksinya adalah bidang kerucut ; suatu kerucut diletakan pada bumi dan menyinggung bola bumi sepanjang suatu lingkaran.

Proyeksi kerucut memiliki garis yang distorsinya nol; garis meridian dalam keadaan normal berupa garis lurus yang radial. Proyeksi kerucut, memiliki garis singgung tunggal (standar) yang semakin jauh dari garis singgung distorsi makin membesar. Untuk mengurangi hal tersebut, diusahakan beberapa bidang proyeksi memotong elllipsoid sehingga menghasilkan dua garis dengan distorsi nol yang dapat mengurangi total distorsi yang terjadi. 


Proyeksi Kerucut 
(discan dari Mappe E Carte, Keith Lye)


2. Proyeksi silinder, bidang proyeksinya bidang silinder; suatu silinder diletakan pada bumi dan kemudian didatarkan.

Proyeksi silender memiliki garis tunggal yang disebut sebagai garis standar yang tidak mempunyai distorsi; pada kondisi normal, garis standar menyentuk equator. Garis-garis meridian dan paralel disajikan dalam bentuk garis-garis lurus yang saling berpotongan dan saling tegak lurus satu sama lain. Distorsi semakin besar ke arah kutub yang menjadi sebuah garis.
Proyeksi Silender
(discan dari Mappe E Carte, Keith Lye)

3.  Proyeksi Zenithal, bidang proyeksinya bidang datar.

Proyeksi zenithal memiliki satu titik yang mempunyai distorsi nol. Pada kondisi normal, meridian-meridian berupa garis-garis lurus, dan paralel-paralel berupa lingkaran-lingkaran konsentris melingkari kutub.

Proyeksi Zenithal
(discan dari Mappe E Carte, Keith Lye)

b) Ditinjau dari distorsi yang diakibatkan :

1.  Proyeksi Konform, sudut dipermukaan bumi sama dengan sudut pada bidang proyeksi; daerah-daerah kecil pada peta sama sebangun dengan yang ada dipermukaan bumi.

Pemakaian proyeksi konform baik untuk memperlihatkan arah. Distorsi pada ellips yang digambarkan pada proyeksi konform akan bervariasi secara subtansial dalam ukuran, tetapi mempunyai bentuk melingkar yang sama. Sebuah sudut yang diukur di pemukaan bumi akan dapat diplot pada lokasi yang sesuai pada proyeksi konform tanpa terjadi distorsi. Bentuk konsisten tersebut menunjukkan bahwa proyeksi konform tetap mempertahankan pengukuran sudut. Proyeksi konform banyak digunakan sebagai dasar untuk pekerjaan survei dan pemetaan skala besar.

Proyeksi Konform
(www.e-education.psu.edu/natureofgeoinfo/c2_p29.html)

2. Proyeksi Equivalen, luas di atas peta sama dengan luas di atas muka bumi pada skala peta yang sama.

Proyeksi equivalen mempertahankan perbandingan yang benar dalam ukuran area yang sesuai pada grid yang diproyeksikan (dimungkinkan adanya perbedaan dalam skala peta).Bentuk ellips pada proyeksi equivalen mengalami perubahan, tetapi masing-masing area mempunyai luas yang sama. Proyeksi equivalen lebih banyak digunakan untuk pemetaan tematik skala kecil, khususnya jika pengguna peta ingin membandingkan ukuran area seperti negara dan benua.

Proyeksi Equivalen
(www.e-education.psu.edu/natureofgeoinfo/c2_p29.html)

3. Proyeksi Equidistance, jarak di peta sama dengan jarak di muka bumi pada skala peta yang sama.

Proyeksi equidistance adalah proyeksi peta yang mempertahankan jarak yang sama antara dua titik di peta dengan dua titik di lapangan. Pada gambar dapat dilihat ellips yang diplot pada proyeksi equdistance mempunyai variasi, baik dalam bentuk maupun ukuran, namun setiap sumbu utara-selatan ellips mempunyai panjang yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa jarak adalah benar pada skala sepanjang setiap meridian; dengan kata lain, jarak yang sama dipertahankan dari dua kutub.


Proyeksi Equidistance
(www.e-education.psu.edu/natureofgeoinfo/c2_p29.html)

4. Proyeksi Azimuthal, arah di peta sama dengan arah di muka bumi pada skala yang sama.

Proyeksi azimuthal mempertahankan arah dari satu atau dua titik kesemua titik lain yang ada di peta. Pada gambar dapat dilihat bagaimana ellips yang diplot mempunyai variasi dalam ukuran dan bentuk, tetapi semuanya berorientasi kepada pusat proyeksi. Sebagai contoh, satu titik yang diukur arahnya pada globe tidak mengalami perubahan pada gratikul yang diproyeksikan.

Proyeksi Azimuthal
(www.e-education.psu.edu/natureofgeoinfo/c2_p29.html)

Setiap sistem proyeksi peta memiliki pola distorsi yang berbeda; distorsi yang terkecil terdapat pada garis atau titik singgung. Untuk memperoleh tingkat distorsi yang kecil, perlu mengubah aspek proyeksi, hal ini berarti mengubah titik atau garis singgung, supaya cakupan daerah yang akan dipetakan memiliki distorsi terkecil. Jadi, pola distorsi merupakan salah satu parameter untuk mengklasifikasikan sistem proyeksi peta yang digunakan.

Jika penyajian bentuk dari kenampakan unsur muka bumi akan dipertahankan sesuai dengan keadaan sebenarnya, maka proyeksi konform yang dipilih. Namun demikian, bentuk yang ingin dipertahankan tersebut hanya dapat dilakukan untuk suatu wilayah dengan cakupan yang kecil, dan tidak memungkinkan untuk memetakan seluruh muka bumi. Aplikasi sistem proyeksi konform akan menjamin bentuk wilayah kecil akan disajikan secara benar.

Bila suatu wilayah dalam pembuatan petanya ingin dipertahankan ukuran luasnya, maka proyeksi yang dipilih adalah proyeksi equivalence. Wilayah yang dihasilkan pada bidang peta, akan mencakup wilayah yang sama luasnya seperti pada bola bumi, dengan bentuk yang sedikit berbeda. Jika jarak antara beberapa titik tertentu di muka bumi ingin dipertahankan kebenarannya, maka proyeksi peta yang dipilih adalah proyeksi equidistance. Hal ini berakibat jarak antar dua titik atau panjang garis tertentu disajikan pada sebuah peta secara benar.


c) Ditinjau dari orientasi/kedudukan garis karakteristik ;

1.     Normal, garis karakteristiknya berimpit dengan sumbu bumi.
2.     Miring (oblique), garis karakteristiknya membentuk sudut dengan sumbu bumi.
3.     Transversal (transverse), garis karakteristiknya tegak lurus dengan sumbu bumi.


Garis karakteristik pada proyeksi kerucut dan silinder adalah sumbu dari kerucut dan silinder yang melalui pusat bumi; sedang garis karakteristik pada proyeksi zenithal adalah garis yang melalui pusat bumi dan tegak lurus pada bidang proyeksi.



Proyeksi Berdasarkan Garis Karakteristik
(http://maps.unomaha.edu/Peterson/gis/notes/0412-Map%20Projection%20Notes_files/image003.png)


Proyeksi Transverse Mercator (TM)

Suatu sistem proyeksi peta akan menyajikan bumi atau sebagian permukaan bumi pada suatu bidang datar dengan beberapa aturan perspektif yang berlaku. Pemilihan suatu sistem proyeksi peta adalah berdasarkan pada posisi daerah, bentuk dan ukuran daerah yang akan dipetakan, serta kegunaan peta bersangkutan. Idealnya, bentuk dan ukuran daerah yang dipetakan sesuai dengan pola distorsi dari jenis proyeksi yang dipilih, sebagai contoh, proyeksi azimunthal baik digunakan untuk suatu negara dengan area kecil, garis potong bidang proyeksi terletak pada pusat dari area yang dipetakan; proyeksi silinder baik untuk suatu negara yang bentuknya seperti empat persegi panjang, sedang proyeksi kerucut cocok untuk negara yang berbentuk seperti segitiga. Pekerjaan pemetaan untuk keperluan pembuatan peta dasar Indonesia saat ini menggunakan sistem peroyeksi Transverse Mercator (TM). 

Proyeksi Transverse Mercator adalah proyeksi silinder transversal yang bersifat konform. Pada proyeksi ini secara geometris silindernya menyinggung bola bumi pada sebuah meridian yang disebut meridian sentral (meridian tengah). Pada meridian sentral, faktor skala = 1 (tidak ada distorsi), perbesaran sepanjang meridian akan menjadi lebih besar bila meridian-meridian tersebut makin jauh ke Barat atau ke Timur dari meridian tengah. Perbesaran sepanjang paralel akan menjadi lebih besar jika lingkaran-lingkaran paralel tersebut mendekati ekuator. Proyeksi Transverse Mercator mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
-    konform;
-     proyeksi dari meridian sentral adalah sebuah garis lurus dan equidistant;
-  proyeksi dari lingkaran-lingkaran meridian dan paralel merupakan garis-garis lengkung, kecuali meridian sentral dan ekuator yang merupakan garis-garis lurus yang saling tegak lurus;
- proyeksi dari meridian sentral dan ekuator diambil sebagai sumbu X (U) dan Y (T). Pada proyeksinya lingkaran-lingkaran meridian, kecuali meridian sentral tergambar lebih panjang. Dengan perkataan lain, kecuali meridian sentral, lingkaran lingkaran meridian dan paralel mengalami
distorsi. 


Proyeksi Transverse Mercator
(http://www.gistutorial.net/software/tools/sistem-proyeksi-tm3.html&docid)

Adanya distorsi yang makin membesar menjauhi meridian sentral, maka pada proyeksi TM diusahakan suatu cara memperkecil distorsi tersebut dengan membagi daerah-daerah dalam zone-zone (daerah pada permukaan bumi yang dibatasi oleh dua buah meridian) yang sempit dan lebar zone ditentukan sebesar 3 derajat. Setiap zone pada proyeksi TM mempunyai meridian sentral sendiri, ini berarti seluruh permukaan bumi tidak dipetakan pada satu silinder.

Sistem Grid Universal Transverse Mercator (UTM)

Disetiap negara umumnya dibuat dan dikembangkan suatu sistem pemetaan, khususnya sistem proyeksi peta, yang dapat memenuhi kebutuhan dari negara bersangkutan. Ada satu sistem yang dapat menjadi acuan untuk seluruh dunia yaitu sistem grid Universal Transverse Mercator yang merupakan modifikasi dari sistem proyeksi Transverse Mercator. Sistem grid dan proyeksi yang digunakan adalah baik untuk pekerjaan pemetaan topografi, referensi untuk citra satelit dan aplikasi lainnya yang memerlukan ketelitian untuk penentuan posisi. Adapun ciri-ciri dari sistem grid UTM adalah :
a)     Sistem grid UTM adalah sistem grid yang bersifat universal, membagi seluruh wilayah permukaan bumi menjadi 60 bagian yang disebut sebagai zone UTM. Masing - masing zone UTM dibatasi oleh 2 buah meridian dengan lebar 60 bujur dan 80 lintang.
b)     Zone-zone UTM diberi nomer yaitu zone 1 antara 1800  BB sampai 1740 BB (Gambar 1.19) terus kearah timur sampai zone 60 antara 1740  BT sampai 1800  BT. 


Pembagian Zona UTM
(http://www.utas.edu.au/spatial/locations/images/utmzones.gif)

c)       Batas lintangnya adalah 800 LS dan 840 LU dengan pembagian dimulai dari 800 LS ke arah utara dengan kode huruf C untuk Lintang Selatan 800 - 720 , berturut-turut ke utara sampai dengan huruf X untuk Lintang Utara 720 - 840, dengan catatan bahwa huruf I dan O tidak digunakan.
d)       Setiap zone UTM, bidang proyeksi silinder tidak menyinggung permukaan bumi, tetapi memotong bumi. 
e)       Masing-masing zone mempunyai koordinat sendiri yaitu titik potong meridian sentral dengan garis ekuator yang disebut sebagai titik nol sejati ( true origin ). 
f)       Dalam sistem grid metrik, meridian sentral diberi absis fiktif sebesar 500.000 meter Timur (mT), sedang untuk ordinat, agar tidak dijumpai harga negatif maka di sebelah selatan ekuator diberi ordinat sebesar 10.000.000 meter Utara (mU), disebelah utara ekuator diberi ordinat 0 meter Utara (mU).

       g)    Setiap zone pada sistem grid UTM mempunyai pertampalan kesamping sekitar 40 km., sehingga      setiap       titik yang berada di daerah pertampalan akan mempunyai dua harga koordinat.


Zone Bersebelahan
(http://geology.isu.edu/geostac/Field_Exercise/topomaps/images/zones.gif)

 h)       Faktor skala pada meridian sentral (meridian tengah) ditentukan besarnya  k=0,9996. 


Sistem Proyeksi Peta TM di Indonesia


Badan Informasi Geospasial (BIG)

Peta Dasar Nasional yang diterbitkan oleh Bakosurtanal merupakan suatu seri peta yang meliputi seluruh daerah Indonesia, terdiri dari beberapa skala peta yaitu 1:25.000, 1:50.000, 1:100.000, 1:250.000. Sistem proyeksi yang digunakan adalah Transverse Mercator dengan sistem grid UTM  yang mempunyai lebar zone 6°. Sumbu pertama adalah meridian tengah dari tiap zone, sedang sumbu keduanya adalah ekuator. Absis semu sebesar 500.000 meter pada meridian tengah, sedang ordinat semu 0.00 meter di ekuator untuk belahan bumi bagian Utara dan 10.000.000 meter di ekuator untuk belahan bumi bagian selatan. Angka perbesaran pada meridian tengah adalah sebesar 0.9996. Model matematik bumi sebagai bidang referensi adalah Spheroid Nasional dengan parameter a (jari-jari ekuator) = 6.378.160 meter, dan f (pengepengan) = 1: 298.247


Di dalam penerapan sistem grid UTM untuk keperluan pembuatan peta dasar nasional, seluruh wilayah Indonesia terbagi dalam sembilan zone (zone 46 – zone 54), mulai dari meridian 90 0 BT sampai dengan 144 ° BT dengan batas paralel 6 ° LU dan 11 ° LS. Muka peta seri peta Rupabumi Indonesia (Peta Dasar Nasional) dibatasi atau menggunakan garis tepi peta dalam bentuk gratikul. Pada setiap ujung peta dicantumkan koordinat geografis (lintang dan bujur) dan juga koordinat kartesian hasil transformasi dari koordinat geografis ke koordinat proyeksi Transverse Mercator (TM). Pada muka peta dibuat garis-garis gratikul yang panjang ukurannya tergantung pada skala peta yang disajikan. 

Pembagian Zone Peta Dasar Indoenesia
Ukuran muka peta tergantung pada skala peta yang disajikan, yaitu :

7’30’’ X 7’30’’
: untuk skala peta 1:25.000
15’ X 15’
: untuk skala peta 1:50.000
30’ X 30’
: untuk skala peta 1:100.000
1°30’ X1°
: untuk skala peta 1:250.000

Selain menggunakan garis gratikul pada garis tepi peta, pada seri peta Rupabumi Indonesia juga dicantumkan garis grid dalam bentuk ‘tick’ yang terletak disebelah bawah dan kanan muka peta.
Badan Pertanahan Nasional (BPN) 
Peta Pendaftaran Tanah yang diterbitkan oleh BPN adalah merupakan seri peta dasar nasional untuk keperluan pendaftaran tanah, terdiri dari beberapa skala peta yaitu 1:1.000, 1:2.500, 1:10.000. 
·         Sistem proyeksi yang digunakan adalah Transverse Mercator dengan lebar zone 3° serta sistem grid UTM.
·         Agar terdapat hubungan dengan sistem grid UTM, penempatan zone TM diatur di dalam zone UTM sedemikian rupa sehingga setiap zone UTM terdiri dari dua zone TM dengan meridian sentral zone UTM merupakan batas zone TM.
·         Model matematik bumi sebagai bidang referensi adalah Spheroid GRS ’67 (Geodetic reference System 1967) dengan parameter a (jari-jari ekuator) = 6.378.160 meter, dan f (penggepengan) = 1:298,25.
·         Untuk menghindarkan angka koordinat negatif, titik-titik di sebelah utara maupun selatan ekuator dihitung dari Titik Nol Semu (False origin) yang terletak di pokok kiri bawak blok. Koordinat Titik Nol Sejati (true origin) terhadap Titik Nol Semu adalah X0 = + 166.982, 345 meter, dan Y0 = + 1.216.758,006 meter. 

Pembagian Zone Peta Dasar Pendaftaran

SKALA PETA


     Peta merupakan penyajian muka bumi dalam bentuk yang lebih kecil dari daerah yang dipetakan, dengan persyaratan bahwa besaran suatu jarak dibuat sebanding dengan besaran jarak yang disajikan di peta; perbandingan jarak di peta dengan jarak sebenarnya di lapangan disebut sebagai skala peta. Pemilihan suatu skala peta tergantung dari tujuan penggunaan peta bersangkutan. Ada beberapa istilah di dalam penyebutan suatu skala peta, yaitu:
  •     peta skala besar, angka pembandingnya sekitar 500 sampai dengan 10.000 artinya peta dengan skala 1:500 sampai dengan peta dengan skala 1:10.000;
  •     peta skala menengah, angka pembandingnya sekitar 25.000 sampai dengan 100.000 artinya peta dengan skala 1:25.000 sampai dengan peta dengan skala 1:100.000;
  •     peta skala kecil, angka pembandingnya lebih besar dari 50.000 artinya peta mulai dengan skala 1:100.000 sampai dengan tak terhingga.
      Seperti yang tersebut diatas, skala peta adalah perbandingan jarak antara dua titik di peta dengan jarak sebenarnya dari dua titik tersebut di lapangan; oleh sebab itu jarak di peta dan jarak di lapangan menggunakan satuan ukuran yang sama. Sebagai contoh, jika jarak antara dua titik di lapangan adalah 2,5 kilometer sedang penggambaran di petanya berjarak 2,5 centimeter, maka skala petanya adalah :


       Angka 1/100.000 disebut skala, sedang angka 10.000 disebut faktor pembanding. Jadi jika suatu peta diketahui skalanya, maka akan dapat dihitung jarak kedua titik di lapangan.

Cara Penyajian Skala Peta

      Ada beberapa cara penyajian skala peta pada sebuah peta, tergantung pada disain peta yang akan dibuat.

  ▪ Skala bilangan, cara penyajiannya dengan menggunakan suatu bilangan bulat, misalnya  1:5.000, 1:25.000.

 ▪ Skala grafis adalah penyajian skala peta dalam bentuk grafis yaitu menggambarkan hubungan    antara ukuran jarak di peta dengan jarak sebenarnya di lapangan dalam bentuk suatu garis.          Konstruksi dari skala grafis memperlihatkan hubungan antara kilometer dengan centimeter        (bila peta menggunakan ukuran metric system). Cara penyajian skala grafis dapat dalam               bentuk garis tunggal atau garis ganda.


 ▪ Suatu pernyataan, penyajian skala peta yang menggunakan satuan ukuran bukan dalam bentuk   satuan meter (non metric system); umumnya penyajian bentuk skala ini digunakan pada peta-    peta negara Persemakmuran Inggris (British Map) dan peta navigasi laut (nautical chart).    Sebagai contoh, 1 inch to 1 mile atau 3 nautical miles to 1 inch. Umumnya pada penyajian    skala dengan cara suatu pernyataan ini juga dilengkapi dengan skala bilangan (dalam konversi  metric system), dan skala grafis.

Konstruksi Peta

       Pada setiap peta disajikan garis-garis kerangka atau yang dikenal sebagai konstruksi peta, dalam bentuk garis gratikul (graticule) dan atau garis grid. Umumnya garis-garis yang terdapat pada muka peta tergantung pada garis tepi petanya, jika garis tepi peta dalam bentuk grid maka garis-garis pada muka peta juga dalam bentuk garis grid, sedangkan jika garis tepi peta dalam bentuk gratikul, maka garis-garis pada muka peta juga dalam bentuk garis gratikul.


Grid dan Gratikul

Gratikul

         Garis-garis kerangka peta yang merupakan proyeksi garis paralel dari lintang (line of latitude), dan garis meridian dari bujur (line of longitude) yang tergambar pada muka peta dan garis tepi peta. Garis gratikul mempunyai panjang busur yang berubah-ubah ke arah utara dan selatan dari ekuator. Besaran bujur akan semakin kecil bila menjauhi utara/selatan (mendekati ekuator). Penggunaan garis gratikul umumnya untuk peta-peta skala sedang dan kecil, dan perpotongan antara dua garis gratikul merupakan posisi lintang dan bujur suatu titik di permukaan bumi.


Garis-garis gratikul
(http://www.osi.ie/GetImage.aspx?id=3f4248a2-51a3-4970-b21b-eaf764d5788e&width=450&height=328)

        Harga-harga dari garis gratikul diperlihatkan dengan selang tertentu di sepanjang garis tepi peta. Umumnya, harga garis gratikul ditulis penuh pada sudut-sudut peta dalam satuan derajat, menit, dan detik yang merupakan koordinat geografis. Harga untuk garis gratikul lainnya, tergantung pada skala peta dan spesifikasi yang dibuat. Kegunaan garis gratikul adalah:
-          untuk memberikan informasi mengenai data koordinat geografis suatu tempat pada peta;
-          memudahkan pembuatan sistem penomoran peta peta (berkaitan dengan disain peta) untuk peta skla sedang dan kecil.

Grid

       Garis-garis pada muka peta yang tergambar saling tegak lurus, dan perpotongannya merupakan koordinat sistem referensi kartesian. Garis-garis tegak (vertical), sejajar dengan meridian tengah dari sistem proyeksi peta yang digunakan, sedang garis-garis mendatar, tegak lurus dengan garis-garis tegaknya. Umumnya, garis-garis tersebut dihitung positif kearah Timur (sumbu X = mT = Easting Lines) dan positif kearah Utara (sumbu Y = mU = Northing Lines ). Penyajian garis grid pada muka peta dan garis tepi peta lebih banyak digunakan pada peta-peta skala besar dan skala sedang.


Garis-garis grid
(http://www.osi.ie/GetImage.aspx?id=742e1533-9314-4589-ab95-17b6f7cb42d0&width=400&height=292)

       Pada beberapa peta untuk keperluan teknis, sering digunakan garis grid dengan sistem koordinat lokal yang hanya dapat digunakan untuk suatu keperluan tertentu. Untuk suatu pemetaan sistematis (misalnya peta dasar nasional) harus digunakan sistem grid yang sifatnya seragam (universal), misalnya Universal Transverse Mercator (UTM) grid. Kegunaan garis grid adalah:
-                untuk menentukan koordinat suatu titik di peta terhadap suatu sistem koordinat referensi tertentu;
-       untuk membuat bentuk segi empat dari suatu muka peta yang semua titik kontrol dihitung dan digambar pada suatu sistem koordinat salib sumbu, sehingga akan memudahkan dalam penghitungan sudut dan jarak;
-                untuk memudahkan tata letak peta pada suatu lembar peta, dan untuk memudahkan penggabungan dengan lembar peta bersebelahan.   

Garis Tepi Peta

Pengertian garis tepi peta adalah garis yang membatasi semua detail yang ada dipeta (muka peta). Penyajian garis grid atau gratikul sebagai garis tepi peta tergantung pada sistem koordinat geografis yang akan digunakan. Macam garis tepi peta :


● peta skala besar
      Garis tepi peta skala besar menggunakan garis grid.  Koordinat keempat ujung peta selalu dalam bentuk bilangan bulat, dalam pengertian dua atau tiga angka terakhir mempunyai besaran 100 meter atau 1000 meter (tergantung skala peta). Contoh, angka grid 250.000 adalah bentuk bilangan bulat untuk penulisan harga grid, sedang angka grid 250.255 bukanlah suatu bilangan bulat untuk penulisan harga grid.

● peta skala sedang
       Garis tepi peta dalam bentuk gartikul. Koordinat keempat ujung peta akan menyajikan dua jenis koordinat, yaitu koordinat geografis dan koordinat kartesian yang diperoleh dari hasil transformasi koordinat geografis. Harga koordinat kartesian yang disajikan sesuai hasil transformasi koordinat (bukan dalam bentuk bilangan bulat seperti pada pemakaian garis tepi grid). Meskipun garis tepi peta dalam bentuk garis gratikul, peta bersangkutan umumnya juga menyajikan titik-titik grid dalam bentuk harga grid bulat.

 ● peta skala kecil
          Garis tepi peta yang disajikan pada peta skala kecil adalah garis gratikul. Selain pada keempat ujung peta, pada sepanjang garis tepi peta juga disajikan koordinat geografis.

● garis tepi peta dengan format tidak beraturan
      Bentuk ini tidak mempunyai hubungan dengan kedua cara tersebut diatas yaitu penggunaan garis grid atau gratikul. Umumnya penggunaan format ini disebabkan peta bersangkutan hanya terdiri dari satu lembar, sedangkan area yang disajikan mempunyai bentuk yang tidak teratur. 

Penulisan Angka Grid

Harga grid pada suatu peta selalu disajikan secara penuh dan bulat disudut-sudut peta, sedangkan untuk harga garis-garis grid lainnya, umumnya ditulis satu, dua atau tiga angka (tergantung skala peta). Aturan umumnya adalah sebagai berikut :


● pada peta skala 1 : 250.000 dan lebih kecil
          garis-garis grid setiap 10 km dan harga garis grid ditulis dalam satuan 100.000 meter ; contoh, harga garis grid 5.760.000 mU ditulis sebagai angka 576 dan harga garis grid 350.000 mT ditulis sebagai 35.

● pada peta skala lebih besar 1 : 250.000 tetapi lebih kecil 1 : 100.000
           garis-garis grid yang berselang 100.000 meter ditulis sebagai harga penuh pada tiap kelipatan 100.000 meter saja, sedang garis-garis gridnya tetap setiap 10 km ; contoh, harga garis grid 5.800.000 mU ditulis sebagai angka 580 dan harga 300.000 mT ditulis 300.

● pada peta skala 1 : 100.000 dan lebih besar (termasuk peta 1 : 10.0000)
     garis-garis grid digambarkan setiap 1 kilometer dan garis grid dengan selang 100.000 meter akan ditulis penuh tiap selang 10.000 meter ; contoh, harga grid 5.800.000 mU ditulis sebagai angka 5800 dan harga grid 300.000 mT ditulis sebagai 300, sedang harga grid 126.000 mT ditulis sebagai angka 126.

● pada peta skala lebih besar 1 : 10.000
          garis grid digambarkan tiap 100 meter, garis grid dengan selang 100.000 meter harganya akan ditulis penuh setiap 1.000 meter ; contoh, harga grid 5.760.000 ditulis sebagai 57600, sedang harga grid 126.000 ditulis sebagai angka1260.



*) Tulisan diambil dari Buku Kartografi, Hadwi Soendjojo dan Akhmad Riqqi, Penerbit ITB 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar